A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Selasa, 22 Juni 2010

Tak Masuk Wajar, TK Tak Dapat Subsidi

Kata ‘mahal’ seakan identik dengan dunia pendidikan di Indonesia. Meski kini pendidikan dasar sembilan tahun (SD dan SMP) di sekolah negeri telah digratiskan, namun di luar itu orang tua harus merogoh kocek dalam-dalam. Belum lagi jika di sekolah swasta.

Bukan hanya di sekolah menengah atau perguruan tinggi saja yang biayanya mencekik, di taman kanak-kanak (TK) terkadang justru ongkosnya lebih ‘wah’. Ada yang kisarannya masih puluhan ribu, tapi tidak sedikit yang memasang tarif jutaan rupiah.

Akan tetapi, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Banjarmasin memiliki alasan tersendiri terkait persoalan ini.

Kepala Bidang Bina TK, SD, dan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Disdik Kota Banjarmasin Drs M Sarwani SE MM melalui Kepala Seksi Kurikulum dan Kelembagaan H Fendie SPd MPd mengungkapkan bahwa TK tidak mendapat subsidi dari pemerintah karena TK tidak termasuk kategori wajib belajar melainkan prasekolah.

“Orang tidak TK masih boleh di terima di SD,” ujarnya.

Selain alasan tersebut, umumnya TK di Banjarmasin adalah TK swasta yang dikelola oleh yayasan sehingga pemerintah tidak bisa mengatur tarifnya. Dari 265 TK yang ada di Banjarmasin saat ini, hanya dua yang merupakan TK negeri, yakni TK Pembina Mulawarman dan TK Pembina Banua Anyar.

“Hanya usia masuk TK saja yang diatur, yaitu 4-6 tahun. Kalau pembiayaan tidak diatur karena secara umum dari 200 lebih itu TK negeri hanya dua, yang lainnya swasta. Di TK negeri masalah biaya tidak diatur tapi biasanya mereka akan menyampaikan ke Kasi Kesiswaan. Kalau di swasta sepenuhnya hak prerogratif yayasan, yang diatur hanya masalah proses perizinan operasional,” katanya.

Khusus TK negeri, Disdik Kota Banjarmasin menganggarkan dana bantuan untuk biaya operasional walaupun jumlahnya relatif kecil. Meski demikian, jumlah TK negeri masih sangat sedikit. Idealnya, setiap kecamatan harus memiliki minimal satu TK negeri. Namun, karena keterbatasan lahan, baru dua kecamatan saja yang saat ini sudah memiliki TK negeri, yaitu Kecamatan Banjarmasin Timur dan Tengah.

“Kita berharap di lima kecamatan punya TK. Kalau tanah sudah ada, dana pembangunannya bisa dari provinsi atau kementerian, tinggal ajukan proposal saja. Masalahnya hanya tanah tadi, itulah kesulitan kita di kota,” cetusnya.

Tak jauh berbeda, TK di bawah binaan Kantor Departemen Agama (Kandepag) Kota Banjarmasin atau disebut Raudhatul Athfal (RA) juga bernasib hampir serupa.

Menurut keterangan Kepala Seksi Mapenda Kandepag Kota Banjarmasin Burhan Noor, ada 37 RA di bawah binaan Kandepag Kota Banjarmasin dan seluruhnya swasta.

“Tidak ada yang negeri, jadi kita tidak berhak mengatur karena mereka sendiri yang punya. Memang rata-rata mahal. Tapi dari pusat tidak ada penegerian RA, kalau dinegerikan barangkali akan menambah lagi beban pemerintah,” katanya.

Pilih Murah Tapi Bermutu

Meski TK tidak masuk dalam program wajib belajar yang dicanangkan oleh pemerintah, namun orang tua tetap saja berbondong-bondong menyekolahkan anak mereka di TK. Pasalnya, ada sejumlah SD yang mencantumkan persyaratan ijazah TK dalam penerimaan siswa baru. Selain itu, ada pula SD yang menuntut calon siswa memiliki kemampuan tertentu seperti membaca, mengaji. Akhirnya, masuk TK pun seakan menjadi sebuah keharusan.

“Untuk SD-SD yang ada di sekitar sini sih mewajibkan ada ijazah TK, tidak tahu kalau SD di tempat lain,” ujar Normaliana, warga Jl Bali yang ditemui saat menunggui anaknya yang tengah belajar di TK Ranu Tunas Islam di Jl Pulau Laut.

Untungnya, biaya yang dipatok pengelola TK masih terbilang terjangkau.

“Di sini standar saja. Uang pangkal waktu mendaftar semua Rp 350 ribu sudah termasuk baju sasirangan, baju olahraga, topi, dasi, perlengkapan sekolah lainnya, dan SPP sebulan Rp 35 ribu,” tuturnya.

Senada dengan yang diungkapkan Inda, warga Jl Pulau Laut yang juga sedang menunggui anaknya di TK tersebut mengaku bayaran yang dipungut pengelola masih terjangkau untuk ukuran rumah tangga standar seperti dirinya.

“Rasanya di sini sudah yang paling murah. Tapi masih bagus karena kalau di TK besar anak-anaknya sudah bisa membaca, keluarnya pintar-pintar sudah bisa baca koran,” ucapnya seraya tertawa.

Yang tak kalah penting bagi para ibu ini adalah faktor pendidikan agama yang sangat ditonjolkan di TK di bawah binaan Nahdhatul Ulama (NU) itu selain bayaran yang murah dan lokasinya dengan tempat tinggal mereka.

“Di sini agama yang paling diutamakan. Itu juga sebabnya saya tidak memilih TK umum,” katanya.

Ya, saat ini memang tersedia beragam jenis TK yang menawarkan keunggulan yang berbeda-beda. Tentu dengan tarif yang berbeda pula sesuai dengan pelayanan yang diberikan. Mulai dari yang bisa dijangkau semua kalangan, sampai yang hanya bisa dimasuki kalangan berduit sehingga muncul istilah sekolah elit. Dalam dunia pendidikan yang sekarang nampak bias dengan dunia bisnis, sudah sewajarnya orang membayar harga yang pantas untuk sesuatu yang lebih.

Seperti TK Khalifah di Jl Keramat Raya. TK franchise milik Ippho Santosa itu menawarkan konsep yang tidak dimiliki TK lainnya yang sudah ada, yakni mencetak moeslim enterpreneur alias pengusaha muslim. Jadi, sejak dini anak sudah dikenalkan dengan dunia usaha dan dilatih untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan pengusaha muslim seperti Salat Dhuha. Selain itu, TK Khalifah juga dilengkapi fasilitas berstandar nasional dan full AC.

Tak heran, meski baru berdiri pada bulan Mei 2010 lalu, banyak orang tua yang sudah mendaftarkan anaknya di TK ini. Untuk pendaftaran dikenakan Rp 50 ribu plus uang pendidikan selama setahun sebesar Rp 2 juta. Sedangkan iuran bulanan dipatok Rp 250 ribu.

Menurut owner TK Khalifah Banjarmasin Rusifah, seandainya ia mematok tarif lebih besar dari itu pun masih banyak orang tua yang berminat.

“Sebenarnya kalau ingin dipungut Rp 4 juta sampai Rp 6 juta masih banyak yang berminat, tapi saya tidak ingin memberatkan,” ujarnya.

Selain itu, ia juga tak ingin TK yang dikelolanya hanya menampung anak-anak dari keluarga kelas atas. Makanya, pensiunan pegawai negeri di lingkungan PDAM Bandarmasih ini menerapkan subsidi silang. Siswa yang tidak mampu yang ingin bersekolah di TK Khalifah dapat membayar sesuai kemampuan, bahkan boleh dicicil.

“Tetap ditarik tapi seberapa mampu, diangsur oke juga. Jadi, tidak khusus orang kaya saja, saya tidak ingin terlalu kaku karena kalau kaku kita tidak bisa maju,” katanya.

Mahal Karena Tuntutan Masyarakat

Jika biaya pendidikan di TK (berkualitas) relatif mahal, barangkali pihak pengelola tak bisa disalahkan sepenuhnya juga. Persoalannya, TK zaman sekarang tidak hanya diharapkan bisa mengajarkan anak-anak bernyanyi, tapi bagaimana agar anak bisa diterima di sekolah favorit yang umumnya menetapkan sejumlah persyaratan untuk calon siswanya.

Pendapat ini dikemukakan Nurhayati, Pelaksana Harian Taman Tumbuh Kembang Anak (Tatuka) Insan Mulia, TK plus play group dan tempat penitipan anak yang terletak di Jl Batu Piring Banjarmasin.

“Sekarang kayaknya masyarakat berlomba-lomba memasukkan anaknya ke TK-TK mana yang bisa membuat anaknya masuk ke SD favorit. TK-TK seperti itu lalu menetapkan harga yang lebih mahal karena tuntutan sebenarnya,” ucapnya.

Tuntutan yang bermacam-macam inilah yang membuat TK mau tak mau menyesuaikan diri. Di Tatuka Insan Mulia sendiri ada yang disebut TK biasa dan TK terpadu. TK biasa iuran bulanannya Rp 150 ribu, sedangkan TK terpadu Rp 200 ribu karena ada tambahan pengayaan seperti menari, komputer, dan sebagainya. Sementara untuk uang pangkal dipatok Rp 1,5 juta.

Selain itu, tuntutan ini juga membuat guru TK wajib meningkatkan kemampuannya. Sebagai kompensasi, bayaran mereka tentu harus disesuaikan. Apalagi untuk guru PAUD (pendidikan anak usia dini) tidak ada insentif khusus dan tidak ada pengangkatan PNS.

“Kalau yayasan yang bonafid bisa saja membayar guru dengan mahal sehingga kesejahteraannya terjamin, kalau TK yang biasa kasihan. Nah, inilah yang mempengaruhi mahal tidaknya TK. Tentu sulit mencari sekolah biasa yang bermutu karena gurunya juga pasti asal ngajar,” imbuhnya.

Di sisi lain, hal ini menimbulkan dilema tersendiri bagi para pengelola TK karena jika tidak disiasasti, TK yang sejatinya merupakan tempat bermain dan tumbuh kembang anak sesuai fase usianya akan menjadi tak ubahnya sekolah yang penuh dengan tekanan.

“Itu tidak bagus untuk perkembangan anak. Kadang orang tua menuntut anak harus bisa ini bisa itu, tapi kami memberi penjelasan bahwa anak jangan terlalu dipaksa. Banyak orang tua yang masih beranggapan belajar itu ada buku, pulpen, dan guru menjelaskan di depan kelas. Padahal, bermain itu juga belajar,” tukasnya.

Perempuan ramah ini bercerita pernah ada orang tua yang protes ketika anaknya tidak lulus tes masuk di sebuah SD.

“Orang tua hanya tahu menyalahkan sekolah, padahal walau anak sudah diajari membaca misalnya tapi kalau belum masanya ia bisa membaca ya tidak bisa. Orang tua merasa seolah sekolah harus bisa mendidik anak seperti keinginan orang tua,” sesalnya. “Orang tua mungkin bangga kalau anaknya bisa membaca, tapi orang tua harus tahu juga walau anak sekarang bisa membaca karena dipaksa, nanti saat sudah besar dia jadi malas karena otaknya sudah penuh. Jadi, harusnya diisi dengan santai saja,” tutupnya.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

PAD banjarmasin yg begitu besar msh kalah dgn malang utk urusan paud. di sana, diadakan paud 4x seminggu di tiap balai desa/balai rw-rt/kelurahan agar anak di bwh usia tk bisa mulai belajar bersosialisasi, belajar huruf dan angka, menyanyi dan bermain tanpa harus membayar krn guru"nya dibiayai pemerintah. sedih sekali pindah ke banjarmasin seperti ini.

admin mengatakan...

wow malang keren ya *jempol*

tuh pemimpin banjarmasin harus nyontoh