BANJARMASIN - Inti dari sebuah pemerintahan daerah adalah keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang baik berbanding lurus dengan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Demikian disampaikan Khairansyah Salman, tenaga ahli BPR RI saat menjadi narasumber dalam hearing (dengar pendapat) bertemakan optimalisasi fungsi pengawasan lembaga legislatif dengan DPRD Kota Banjarmasin beberapa waktu lalu.
Dijelaskannya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, anggaran pemerintah daerah dibuat dengan sistem berbasis kinerja. Artinya, dana yang digunakan harus dapat dipertanggungjawabkan peruntukkannya.
“Syarat pengelolaan keuangan daerah ada tiga, yaitu transparan, punya nilai dari setiap rupiah yang dikeluarkan, dan terkendali,” ungkapnya.
Maksudnya, keuangan daerah harus dapat diakses oleh publik. Selain itu, jangan sampai pemerintah daerah membeli sesuatu dengan harga di atas kewajaran atau tidak dibutuhkan. Selanjutnya, harus ada mata anggaran dan tidak boleh melewati pagu.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga membeberkan sejumlah temuan BPK dari hasil audit terhadap laporan keuangan Pemerintah Kota Banjarmasin tahun anggaran 2009, seperti pengadaan komputer di Dinas Kebersihan dan Pertamanan dengan harga di atas kewajaran. Pada laporan disebutkan bahwa harga komputer adalah Rp 14.300.000 per unit, padahal dari hasil audit BPK harga pasarannya hanya Rp 8.850.000.
“Kebanyakan temuan BPK adalah tidak ekonomis dan pemborosan. Dalam pengelolaan keuangan negara, hal seperti ini tidak boleh terjadi. Makanya, pagu anggaran yang ditetapkan harus mendekati harga sebenarnya, jangan terlalu tinggi,” katanya.
Hasil audit lainnya adalah adanya piutang yang tidak tertagih selama bertahun-tahun. Salah satunya adalah piutang sebesar Rp 2,257 miliar atas nama PT Giri Jaladi Wana (GJW) yang sejak tahun 2000 belum terselesaikan.
“Kalau sudah sepuluh tahun apakah masih bisa diakui sebagai piutang? Jangan-jangan perusahaannya sudah tidak ada. Nah, ini termasuk kewajiban DPRD dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan daerah sudah baik atau tidak dengan melihat kembali masalah-masalah yang disampaikan BPK dan mencari solusinya,” tambahnya.
Memang, lanjutnya, tugas lembaga legislatif yang porsinya paling berat adalah pengawasan. Selain terhadap penyelenggaran pemerintahan dan keuangan daerah, lembaga legislatif juga berkewajiban mengawasi pelaksanaan peraturan. Ketika mantan auditor BPK itu bertanya berapa banyak peraturan daerah (perda) yang ada di Banjarmasin, tak satupun anggota DPRD Kota Banjarmasin yang bisa menjawab.
“Nah, ditanya berapa saja tidak bisa menjawab, bagaimana mengawasinya? Itu baru perda saja, belum lagi kebijakan dan peraturan kepala daerah serta peraturan perundang-undangan lainnya,” cetusnya.
Oleh sebab itu, menurutnya setiap anggota dewan perlu dibekali dengan laptop yang disupport dengan sistem informasi tentang jaringan dokumentasi hukum.
“Kalau mau sukses melakukan pengawasan, di antaranya harus didukung dengan sistem informasi yang bagus, yaitu sistem informasi legislasi,” ucapnya.
(Postingan setelah berabad-abad tidur. Salam hangat buat semua pembacaku *lagaknya udah kayak penulis top ajah* qiqiqiqiqiqi)
Demikian disampaikan Khairansyah Salman, tenaga ahli BPR RI saat menjadi narasumber dalam hearing (dengar pendapat) bertemakan optimalisasi fungsi pengawasan lembaga legislatif dengan DPRD Kota Banjarmasin beberapa waktu lalu.
Dijelaskannya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, anggaran pemerintah daerah dibuat dengan sistem berbasis kinerja. Artinya, dana yang digunakan harus dapat dipertanggungjawabkan peruntukkannya.
“Syarat pengelolaan keuangan daerah ada tiga, yaitu transparan, punya nilai dari setiap rupiah yang dikeluarkan, dan terkendali,” ungkapnya.
Maksudnya, keuangan daerah harus dapat diakses oleh publik. Selain itu, jangan sampai pemerintah daerah membeli sesuatu dengan harga di atas kewajaran atau tidak dibutuhkan. Selanjutnya, harus ada mata anggaran dan tidak boleh melewati pagu.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga membeberkan sejumlah temuan BPK dari hasil audit terhadap laporan keuangan Pemerintah Kota Banjarmasin tahun anggaran 2009, seperti pengadaan komputer di Dinas Kebersihan dan Pertamanan dengan harga di atas kewajaran. Pada laporan disebutkan bahwa harga komputer adalah Rp 14.300.000 per unit, padahal dari hasil audit BPK harga pasarannya hanya Rp 8.850.000.
“Kebanyakan temuan BPK adalah tidak ekonomis dan pemborosan. Dalam pengelolaan keuangan negara, hal seperti ini tidak boleh terjadi. Makanya, pagu anggaran yang ditetapkan harus mendekati harga sebenarnya, jangan terlalu tinggi,” katanya.
Hasil audit lainnya adalah adanya piutang yang tidak tertagih selama bertahun-tahun. Salah satunya adalah piutang sebesar Rp 2,257 miliar atas nama PT Giri Jaladi Wana (GJW) yang sejak tahun 2000 belum terselesaikan.
“Kalau sudah sepuluh tahun apakah masih bisa diakui sebagai piutang? Jangan-jangan perusahaannya sudah tidak ada. Nah, ini termasuk kewajiban DPRD dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan daerah sudah baik atau tidak dengan melihat kembali masalah-masalah yang disampaikan BPK dan mencari solusinya,” tambahnya.
Memang, lanjutnya, tugas lembaga legislatif yang porsinya paling berat adalah pengawasan. Selain terhadap penyelenggaran pemerintahan dan keuangan daerah, lembaga legislatif juga berkewajiban mengawasi pelaksanaan peraturan. Ketika mantan auditor BPK itu bertanya berapa banyak peraturan daerah (perda) yang ada di Banjarmasin, tak satupun anggota DPRD Kota Banjarmasin yang bisa menjawab.
“Nah, ditanya berapa saja tidak bisa menjawab, bagaimana mengawasinya? Itu baru perda saja, belum lagi kebijakan dan peraturan kepala daerah serta peraturan perundang-undangan lainnya,” cetusnya.
Oleh sebab itu, menurutnya setiap anggota dewan perlu dibekali dengan laptop yang disupport dengan sistem informasi tentang jaringan dokumentasi hukum.
“Kalau mau sukses melakukan pengawasan, di antaranya harus didukung dengan sistem informasi yang bagus, yaitu sistem informasi legislasi,” ucapnya.
(Postingan setelah berabad-abad tidur. Salam hangat buat semua pembacaku *lagaknya udah kayak penulis top ajah* qiqiqiqiqiqi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar