A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Minggu, 05 Desember 2010

Langkah SMKN 4 ‘Terjegal’

Usulan RSBI Ditangguhkan

BANJARMASIN – Hasrat SMK Negeri 4 Banjarmasin untuk menjadi rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) mendapat batu sandungan. Gara-gara performa mengecewakan yang ditunjukkan sejumlah sekolah yang sudah lebih dulu ditunjuk melaksanakan proyek RSBI di Indonesia, sekolah yang terletak di Jl Brigjen Hasan Basri itu ikut terkena getahnya.
Kepala SMKN 4 Banjarmasin, Drs H Muryadi SH MM (27/11) mengungkapkan bahwa proposal yang diajukan pihaknya pada bulan Maret 2010 lalu kepada Kementerian Pendidikan RI terpaksa ditangguhkan karena Kemendiknas tengah melakukan evaluasi terhadap proyek RSBI yang telah berjalan selama ini.
Seperti diketahui, RSBI kini sedang dalam sorotan karena mutu lulusan yang dihasilkan dianggap belum sesuai harapan, padahal RSBI mendapat banyak sokongan dana dari pemerintah. Oleh karena itu, dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap RSBI yang sudah ada di Indonesia.
“Karena sedang evaluasi itu, maka proposal yang diajukan untuk sementara terpaksa ditangguhkan sampai evaluasi tuntas. Kita konfirmasi ke Jakarta, begitulah jawabannya.
Kalau hasilnya menyatakan RSBI cukup besar pengaruhnya dalam memicu dan memacu sekolah untuk terus meningkatkan kualitas lulusan, mungkin akan dilanjutkan dan ditambah jumlahnya,” ujarnya.
Padahal, menurutnya SMKN 4 sudah sangat siap untuk menjadi RSBI. Pada tahun 2008, sekolah ini bahkan sudah menerima penghargaan ISO sebagai lembaga yang dinilai telah menjalankan prosedur pelayanan berstandar internasional.
“Kalau ditunjuk, ada kemungkinan siap tidak siap harus melaksanakan. Kalau kami mengusulkan, berarti secara fisik, psikis, dan sikap mental kami siap. Tapi labelnya RSBI atau apapun namanya, yang penting kita terus berupaya meningkatkan kualifikasi sekolah kita di mata masyarakat dan lulusan kita bisa diserap di dunia industri,” tukasnya.
Menyikapi hasil buruk yang dicapai sekolah-sekolah yang sudah lebih dulu berstatus RSBI, diakuinya bahwa untuk menjadi RSBI memang bukan perkara mudah. Setidaknya ada tiga kendala utama, yakni sumber daya guru yang berijazah S2 linier, sarana prasarana, dan pembelajaran harus menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris.
“Tapi untuk menjadi RSBI sebetulnya tidak hanya faktor itu, bukan hanya lingkungan sekolah, tapi ada faktor lain, yaitu komitmen dan paradigma sumber daya manusianya. Karena sekolah yang ditunjuk untuk menjadi RSBI sebetulnya di atas kertas sudah memenuhi standar nasional pendidikan, tinggal selangkah lagi menuju RSBI. Itu kan berarti masalah komitmen sekolah untuk memaksa diri meningkatkan kualitas, misalnya menggunakan pengantar bahasa Inggris atau pembelajaran berbasis IT (information technology),” tuturnya.
Sedangkan disinggung soal imej RSBI yang sudah terlanjur miring di mata masyarakat dimana RSBI kerap diplesetkan menjadi rintisan sekolah bertarif internasional, ia dapat memaklumi karena masyarakat hanya bersikap pragmatis atau melihat sesuatu berdasarkan kenyataan.
Dikatakan, sebenarnya ada korelasi positif antara pembiayaan dengan tujuan untuk mencapai mutu yang lebih baik, misalnya untuk memenuhi persentase guru bertitel S2, bisa berbahasa inggris, bisa mengoperasikan IT, dan sebagainya. Kalaupun ada tudingan sinis, menurutnya itu wajar selama sekolah belum memperlihatkan peningkatan mutu dan perbaikan. Tapi kalau dengan tarif tinggi dan mutu lulusan meningkat, masyarakat tentu tidak akan berkomentar miring.
“Kita tetap bersemangat agar suatu saat sekolah ini bisa jadi RSBI, insya Allah tahun depan proposal akan kita ajukan lagi. Tapi kalaupun akhirnya tidak ditetapkan pun, kami akan terus melakukan inovasi dan kreasi agar sekolah betul-betul bermutu dan berprestasi,” tandasnya.

Tidak ada komentar: