BANJARMASIN – Maksud hati ingin menjaga estetika kota, namun pelarangan budidaya sarang burung walet di kawasan tengah kota ternyata dinilai tak tepat oleh Walikota Banjarmasin H Muhidin.
Dalam forum rapat paripurna yang beragendakan pengajuan beberapa buah rancangan peraturan daerah (raperda), salah satunya raperda tentang retribusi izin usaha sarang burung walet yang digelar di gedung DPRD Kota Banjarmasin Selasa (4/1), orang nomor satu di Kota Banjarmasin itu mengeluarkan perintah agar larangan tersebut dihapuskan. Sebagai konsekuensinya, pengusaha sarang burung walet diminta untuk menyisihkan lima persen dari penghasilannya untuk masyarakat sekitar di mana usahanya berada.
“Larangan di tengah kota itu tidak usah dimasukkanlah, sulit diterapkan untuk mereka yang sudah terlanjur membangun di tengah kota. Apalagi kalau penghasilannya besar, kasihan kalau harus dilarang,” ujarnya.
Yang penting, lanjutnya, masyarakat di sekitar usaha budidaya sarang burung walet tersebut juga dapat ikut merasakan keuntungannya, tidak hanya terganggu oleh kebisingan yang ditimbulkan oleh suara kaset pemanggil burung walet yang digunakan pengusaha untuk menarik perhatian burung walet agar datang ke tempatnya. Oleh sebab itu, ia mengusulkan supayadari hasil yang didapat pengusaha, lima persen diberikan untuk membantu perekonomian masyarakat.
“Jangan sampai yang kaya semakin kaya, yang miskin tambah miskin. Kalau tidak mau bayar, cabut saja izin usahanya. Masyarakat juga silakan membongkar bangunannya,” katanya.
Menurut walikota, potensi yang besar dari budidaya sarang burung walet harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini mengingat keterbatasan kemampuan pemerintah kota sehingga peran swasta sangat diperlukan.
“Masalahnya pemko ada keterbatasan, kalau ada swasta yang bisa membantu harus dimanfaatkan,” tukasnya.
Agar idenya ini bisa diterapkan, ia mengatakan pemko perlu membuat peraturan daerah baru.
Sementara itu, dalam peraturan daerah tentang pajak sarang burung walet yang disahkan beberapa bulan lalu, pelarangan yang dimaksud sebetulnya hanya ditujukan untuk bangunan sarang burung walet yang baru. Sedangkan untuk bangunan lama yang sudah lebih dulu ada di tengah kota sebelum perda diterbitkan mendapat pengecualian, namun pengusaha juga dituntut untuk mempercantik bangunan miliknya guna menjaga estetika kota.
Dalam forum rapat paripurna yang beragendakan pengajuan beberapa buah rancangan peraturan daerah (raperda), salah satunya raperda tentang retribusi izin usaha sarang burung walet yang digelar di gedung DPRD Kota Banjarmasin Selasa (4/1), orang nomor satu di Kota Banjarmasin itu mengeluarkan perintah agar larangan tersebut dihapuskan. Sebagai konsekuensinya, pengusaha sarang burung walet diminta untuk menyisihkan lima persen dari penghasilannya untuk masyarakat sekitar di mana usahanya berada.
“Larangan di tengah kota itu tidak usah dimasukkanlah, sulit diterapkan untuk mereka yang sudah terlanjur membangun di tengah kota. Apalagi kalau penghasilannya besar, kasihan kalau harus dilarang,” ujarnya.
Yang penting, lanjutnya, masyarakat di sekitar usaha budidaya sarang burung walet tersebut juga dapat ikut merasakan keuntungannya, tidak hanya terganggu oleh kebisingan yang ditimbulkan oleh suara kaset pemanggil burung walet yang digunakan pengusaha untuk menarik perhatian burung walet agar datang ke tempatnya. Oleh sebab itu, ia mengusulkan supayadari hasil yang didapat pengusaha, lima persen diberikan untuk membantu perekonomian masyarakat.
“Jangan sampai yang kaya semakin kaya, yang miskin tambah miskin. Kalau tidak mau bayar, cabut saja izin usahanya. Masyarakat juga silakan membongkar bangunannya,” katanya.
Menurut walikota, potensi yang besar dari budidaya sarang burung walet harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini mengingat keterbatasan kemampuan pemerintah kota sehingga peran swasta sangat diperlukan.
“Masalahnya pemko ada keterbatasan, kalau ada swasta yang bisa membantu harus dimanfaatkan,” tukasnya.
Agar idenya ini bisa diterapkan, ia mengatakan pemko perlu membuat peraturan daerah baru.
Sementara itu, dalam peraturan daerah tentang pajak sarang burung walet yang disahkan beberapa bulan lalu, pelarangan yang dimaksud sebetulnya hanya ditujukan untuk bangunan sarang burung walet yang baru. Sedangkan untuk bangunan lama yang sudah lebih dulu ada di tengah kota sebelum perda diterbitkan mendapat pengecualian, namun pengusaha juga dituntut untuk mempercantik bangunan miliknya guna menjaga estetika kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar