BANJARMASIN – Pada tahun 2011 ini, Pemerintah Kota Banjarmasin hanya mampu mengalokasikan anggaran untuk operasional panti sosial milik pemko yang terletak di Jl Gubernur Subarjo. Sedangkan penambahan bangunan tidak dapat dilakukan karena keterbatasan dana.
Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kota Banjarmasin, Syamsul Rizal mengungkapkan bahwa anggaran yang dikucurkan untuk operasional panti yang berfungsi menampung serta membina para gelandangan dan pengemis (gepeng) yang terjaring razia aparat tersebut nilainya sekitar Rp 400 juta. Angka ini lebih kecil dari usulan semula, yakni Rp 522 juta. Sedianya, dana operasional ini akan digunakan untuk membiayai kegiatan penertiban dan pembinaan.
“Untuk pembangunan menyempurnakan yang ada saja, belum akan menambah bangunan baru,” katanya.
Diakuinya, pihaknya sudah mengajukan usulan dana ke pusat untuk melanjutkan pembangunan fisik panti yang belum selesai. Namun, pemerintah pusat nampaknya hanya berkenan untuk membantu dari segi perlengkapan dan peralatan seperti alat-alat pelatihan keterampilan.
“Setelah pembangunan selesai, mungkin pusat akan membantu untuk mengisi perlengkapan di panti. Jadi, sarana fisik tetap kita yang membangun, sedangkan dari pusat hanya alat kelengkapan,” tuturnya.
Dengan terhentinya pembangunan panti pada tahun 2011, maka target untuk menyelesaikan pembangunan panti dalam jangka waktu tiga tahun dipastikan meleset. Jika panti tersebut mulai dibangun pada tahun 2008, maka semestinya pembangunan fisiknya akan tuntas pada tahun ini.
Saat ini, baru dua gedung yang selesai pengerjaannya, yakni kantor dan aula. Sementara dua gedung lagi tidak jelas kapan akan direalisasikan, yaitu asrama dan bengkel workshop. Pembangunan panti ini sendiri membutuhkan sedikitnya Rp 15 miliar. Namun, hingga tahun 2010, pemko baru bisa mencairkan Rp 735 juta atau sekitar 4,9 persen.
Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kota Banjarmasin, Syamsul Rizal mengungkapkan bahwa anggaran yang dikucurkan untuk operasional panti yang berfungsi menampung serta membina para gelandangan dan pengemis (gepeng) yang terjaring razia aparat tersebut nilainya sekitar Rp 400 juta. Angka ini lebih kecil dari usulan semula, yakni Rp 522 juta. Sedianya, dana operasional ini akan digunakan untuk membiayai kegiatan penertiban dan pembinaan.
“Untuk pembangunan menyempurnakan yang ada saja, belum akan menambah bangunan baru,” katanya.
Diakuinya, pihaknya sudah mengajukan usulan dana ke pusat untuk melanjutkan pembangunan fisik panti yang belum selesai. Namun, pemerintah pusat nampaknya hanya berkenan untuk membantu dari segi perlengkapan dan peralatan seperti alat-alat pelatihan keterampilan.
“Setelah pembangunan selesai, mungkin pusat akan membantu untuk mengisi perlengkapan di panti. Jadi, sarana fisik tetap kita yang membangun, sedangkan dari pusat hanya alat kelengkapan,” tuturnya.
Dengan terhentinya pembangunan panti pada tahun 2011, maka target untuk menyelesaikan pembangunan panti dalam jangka waktu tiga tahun dipastikan meleset. Jika panti tersebut mulai dibangun pada tahun 2008, maka semestinya pembangunan fisiknya akan tuntas pada tahun ini.
Saat ini, baru dua gedung yang selesai pengerjaannya, yakni kantor dan aula. Sementara dua gedung lagi tidak jelas kapan akan direalisasikan, yaitu asrama dan bengkel workshop. Pembangunan panti ini sendiri membutuhkan sedikitnya Rp 15 miliar. Namun, hingga tahun 2010, pemko baru bisa mencairkan Rp 735 juta atau sekitar 4,9 persen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar