A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Minggu, 17 Juli 2011

Ekspor VCO Terkendala Regulasi Sertifikasi

BANJARMASIN – Produk VCO (virgin coconut oil) atau minyak kelapa murni asal Kalimantan Selatan ternyata cukup menarik perhatian negara lain. Sayangnya, sejumlah kendala masih menghalangi upaya pengusaha lokal untuk memboyong produknya ke luar negeri.
Asmah Syahrani, salah seorang pengusaha VCO di Banjarmasin mengatakan, setidaknya sudah ada tiga kali tawaran ekspor yang datang. Namun, hingga saat ini pihaknya belum mampu merealisasikannya.
“Pada tahun 2007, ada permintaan dari Jepang. Tapi waktu itu kita tidak bisa memenuhi karena belum mengerti prosedur ekspor,” ujar pemilik UD Sahabat yang juga menjabat sebagai Ketua DPD Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (Hipmikindo) Kalsel itu.
Kemudian, menyusul Dubai pada tahun 2009, tapi lagi-lagi gagal karena alasan yang hampir mirip. Belajar dari dua pengalaman itu, pihaknya pun melakukan beberapa pembenahan.
Pada tahun 2011 ini, permintaan ekspor kembali datang dari distributor makanan terbesar di Jeddah Arab Saudi yang menyatakan berminat dengan produk VCO Kalsel dan ingin memasarkannya di negara setempat. Akan tetapi, seajuh ini permintaan tersebut juga belum bisa ditindaklanjuti karena ada masalah yang terkait dengan sertifikasi.
“Distributor minta agar produk kita diberi sertifikat suplemen, karena Pemerintah Arab Saudi melarang masuk produk-produk berlabel obat tradisional. Tapi dalam aturan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan, red), VCO masuk kategori obat tradisional,” katanya.
Menurutnya, berbagai upaya sudah dilakukan untuk menjembatani permasalahan tersebut. Bahkan, pihaknya sudah mengadu hingga ke tingkat pusat. Namun, sampai sekarang belum ada perkembangan yang berarti.
“Waktu ke DJPEN (Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, red), mereka bilang masalah itu bulan wilayah mereka, melainkan Kementerian Koperasi dan UKM. Tapi saat kita tanya Kementerian, katanya mereka tidak ada kerjasama dengan BPOM. Agak patah hati juga,” tuturnya.
Ia sangat berharap pemerintah bisa menyikapi persoalan yang tengah dialami pihaknya ini dengan memberikan sedikit kelonggaran regulasi.
“Masa sih cuma masalah regulasi saja pemerintah tidak bisa memberikan kebijakan sedikit?” tukasnya.
Selain itu, ia juga meminta agar pemerintah merespon cepat setiap peluang ekspor yang ditawarkan oleh negara lain.
“Saya sudah sampaikan ke Gubernur, pemerintah daerah itu lambat sekali kalau memberikan rekomendasi untuk ekspor,” keluhnya.

Tidak ada komentar: