A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Jumat, 23 September 2011

Dari Eceng Gondok Raup Rp 150 Juta


BANJARMASIN – Dengan sentuhan kreatifitas, limbah yang sepintas nampak tak berguna bisa disulap menjadi berkah. Seperti tanaman eceng gondok yang kerap dipandang sebagai pengganggu, ternyata bisa dikreasikan menjadi barang yang bernilai ekonomis.
Setidaknya hal itu sudah dibuktikan oleh Valis (32). Melihat tanaman eceng gondok yang melimpah di kotanya Lamongan Jawa Timur, ia terinspirasi untuk memanfaatkannya sebagai bahan pembuatan aneka aksesoris perempuan, diantaranya dompet dan tas.
“Mulai tahun 2004 produksi, tapi sejak tahun 2002 saya lebih dulu melakukan penjajakan pasar karena ini bukan produk massal,” ujarnya saat dijumpai di Banjarmasin Trade Expo 2011, kemarin.
Hampir 70 persen bahan baku berasal dari kampungnya sendiri.  Di sana, keberadaan eceng gondok meresahkan masyarakat karena memenuhi sungai dan membuat sungai jadi tidak mengalir.
“Akhirnya, kita coba manfaatkan dan diolah jadi komoditas yang layak jual,” katanya.
Selain eceng gondok, perempuan berkerudung itu juga memanfaatkan bahan alami lain, mulai tempurung kelapa, kulit kayu, sampai rumput mending biasanya digunakan untuk pakan sapi. Soal daya tahan, menurutnya cukup baik meski terbuat dari bahan-bahan alam dan sudah teruji karena ada pula yang dijadikan sebagai bahan pembuatan furnitur.
“Untuk pewarna kita juga pakai bahan alami. Prosesnya dengan cara dimasak dengan air mendidih supaya tidak luntur, jadi bukan sekadar dicat,” tambahnya.
Harga yang ditawarkan pun  cukup terjangkau, mulai Rp 10 ribu sampai sampai paling mahal Rp 300 ribu untuk tas berbahan paduan kulit.
Sejak tahun 2006,pemasaran produk kreasi Valis berkesempatan untuk merambah pasar mancanegara, khususnya Timur Tengah. Sedangkan di dalam negeri, Bali dan Yogyakarta menjadi pasar yang paling potensial, mengingat kedua daerah tersebut merupakan destinasi wisata di Indonesia. Kini, omzet bisnisnya telah mencapai Rp 150 juta perbulan.
Sementara itu, selain berhasil mengurangi masalah limbah di daerahnya, bisnis yang dirintis Valis juga mampu membuka lapangan kerja. Karena tahap pembuatan produk cukup panjang dan semua dikerjakan dengan tangan, maka tenaga kerja yang dibutuhkan juga banyak.
“Karena ini sistem plasma, proses banyak dan semua manual tanpa mesin, jadi perlu tenaga kerja banyak juga. Jumlahnya sekitar 50 orang, rata-rata kami mempekerjakan buruh tani,” tuturnya.
Diterangkannya, Lamongan merupakan daerah kering. Mayoritas penduduknya bekerja di sektor agraris. Jika sedang musim kemarau, banyak di antara mereka yang pergi ke luar daerah untuk mencari pekerjaan lain.
“Sekarang pasar produk kami sudah meningkat, jadi kami mencoba memberdayakan masyarakat supaya mereka tidak perlu lagi ke luar lagi,” ucapnya. 

Tidak ada komentar: