A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Minggu, 13 Mei 2012

Pertimbangkan Ubah Sistem Pajak Walet


Target Rp 1,5 M, Realiasi Baru Rp 150 Juta

BANJARMASIN – Berdasar hasil penelitian Unlam terhadap 100 titik ruko walet Banjarmasin, potensi pajak sarang burung walet mencapai Rp 1,6 miliar pertahun. 
Potensi sebenarnya bisa tiga kali lipat karena ruko walet yang terdaftar di Dinas Pertanian dan Perikanan (Distankan) Kota Banjarmasin hampir 300 buah. Belum lagi yang tidak terdaftar alias ilegal. Tapi sampai akhir April 2012, realisasi pajak walet baru mencapai Rp 150 juta dari target Rp 1,5 miliar. 
Kepala Distankan Kota Banjarmasin Doyo Pudjadi mengatakan, pihaknya berniat mengajukan usulan revisi target pajak sarang burung walet. Dikatakannya, angka Rp 1,5 miliar dibuat saat harga jual sarang burung walet menyentuh Rp 10 juta perkg. Tapi sekarang harga jualnya turun antara Rp 5 juta-Rp 7 juta perkg. 
 “Penarikan pajak walet baru efektif mulai akhir Maret. Dari awal April sekitar Rp 10 juta, setelah gencar sidak jadi Rp 150 juta di akhir April,” ujarnya di sela sidak ke salah satu ruko walet di Jl Naga Sari Kelurahan Mawar Kecamatan Banjarmasin Tengah, Selasa (8/5). 
Ruko walet yang disidak kali ini adalah milik pengusaha bernama Geman Yusuf. Sarang burung walet di dalam ruko berlantai tiga tersebut tidak pernah dipanen sejak 1,5 tahun lalu. Jajaran Distankan sendiri menyatakan sarang burung walet di dalam ruko masih alami dan tidak ada tanda-tanda bekas dipanen. Dari hasil sidak, jumlah sarang burung walet yang ditemukan sebanyak  4.400 titik lebih atau diperkirakan setara 32-35 kg. 
“Setelah sidak ini baru saya panen, jadi tidak ada fitnah,” kata Geman. 
Dari jumlah itu, tidak semua akan dipanen. Biasanya hanya setengahnya saja karena ada sarang yang berisi telur atau anak burung. Selain itu, sarang sengaja disisakan agar walet tidak pergi. 
Geman yang merupakan pendiri asosiasi pengusaha walet di Banjarmasin mengatakan, penarikan pajak sarang burung walet berdasar hasil panen agak sulit dilakukan karena pengusaha bisa saja berkilah. 
“Kalau saya memberi masukan lebih baik pajak dihitung berdasarkan luas bangunan saja. Kalau dari hasil panen, malah menguntungkan pengusaha karena mereka bisa saja bilang tidak panen,” sambungnya.
Menanggapi hal ini, Kepala Distankan Kota Banjarmasin Doyo Pudjadi mengatakan bahwa sebelum pajak sarang burung walet diterapkan, pengusaha dikenakan retribusi yang dihitung berdasar luas bangunan. Tapi potensinya tidak signifikan. 
“Lebih besar dari hasil panen kalau semua pengusaha jujur. Kalau dari luas bangunan, dengan tarif Rp 10 ribu permeter, setahun paling cuma dapat Rp 800 juta. Tapi usulan itu mungkin bisa dipertimbangkan, cuma tarifnya harus dinaikkan,” ucapnya. 

Tidak ada komentar: