Mitan Nonsubsidi Menghilang
BANJARMASIN – Pertamina telah menghentikan pasokan mitan
bersubsidi di tiga daerah di Kalimantan Selatan yang telah melaksanakan
konversi. Di Banjarmasin, mitan bersubsidi resmi ditarik sepenuhnya pada akhir
Februari 2012, meskipun konversi belum sepenuhnya tuntas.
Tapi faktanya mitan bersubsidi masih bisa dijumpai di masyarakat.
Bahkan, dalam sebulan terakhir boleh dibilang ‘banjir’. Di sisi lain, mitan
nonsubsidi yang disalurkan Pertamina sebagai pengganti ‘menghilang’ di pasaran
karena tidak diminati pembeli.
Keberadaan pedagang mitan bersubsidi eceran di daerah
Kelayan terlihat paling menjamur. Harga jualnya bervariasi, mulai Rp 8.700-Rp 9
ribu perliter. Penjualnya juga mulai skala kecil hingga pangkalan. Maklum saja,
di kawasan yang kepadatan penduduknya terkenal se-Asia Tenggara itu banyak
warga yang belum memakai elpiji dan mitan masih diburu.
“Saya sempat jual mitan nonsubsidi, tapi banyak masyarakat
tidak mau beli. Katanya pakai minyak itu apinya kecil dan memakan sumbu. Banyak
yang cari minyak putih (istilah masyarakat untuk minyak bersubsidi karena
warnanya bening, Red),” ucap Supiannor, salah seorang pemilik pangkalan elpiji
di Jl Kelayan Dalam yang ditemui Selasa (12/6).
Karena banyak yang mencari itulah, ia lantas berhenti
menyuplai mitan nonsubsidi dan beralih ke mitan bersubsidi. Tadinya harga jual
sempat meroket hingga Rp 10 ribu perliter. Tapi setelah yang berjualan
bertambah banyak, harganya pun merosot karena adanya persaingan. Untung
berjualan tidak banyak sebenarnya, cuma Rp 200 saja perliter. Bahkan cenderung
rugi, karena modal besar tapi keuntungan kecil.
“Kalau seliter Rp 8.800. Kalau bepuluh Rp 8.700. Kalau
setengah Rp 9 ribu,”
Hal yang sama diungkapkan Syarifudin, salah satu pedagang
mitan bersubidi eceran di Jl Kelayan A. Dalam sebulan ini, ia mengistilahkan
pasokan mitan bersubsidi membanjir sehingga harganya ikut terkerek turun.
“Sebenarnya saya lebih pilih jual elpiji, untungnya lebih
banyak. Kalau mitan paling Rp 100-Rp 200 perliter. Tapi karena banyak yang
cari, saya jual,” tuturnya
Menurutnya, stok satu drum atau sekitar 200 liter rata-rata habis
dalam 2-3 hari. Mengingat Pertamina tak lagi memasok mitan bersubsidi di
Banjarmasin, bisa dipastikan mitan bersubsidi yang mereka jual didatangkan dari
daerah lain yang belum melaksanakan konversi. Mulai dari daerah di Kalsel
sendiri, seperti Kabupaten Barito Kuala dan Kabupaten Tanah Laut, hingga ke
Kalimantan Tengah, khususnya Kapuas.
“Itu orang yang biasa mengantar minyak,” kata Syarifudin
seraya menunjuk sebuah sepeda motor yang tiba-tiba berhenti di depan kiosnya.
Beberapa jeriken yang ditumpuk di jok segera diturunkan, lalu isinya disedot
dengan selang dan dipindahkan ke wadah lain.
Si pengendara sepeda motor yang mengaku bernama Edo (30)
mengungkapkan, mitan bersubsidi tersebut dibelinya dari pangkalan di Pelaihari
dan Bati-bati Kabupaten Tanah Laut. Biasanya ia hanya membeli kalau ada
pesanan. Sekali beli rata-rata 150-200 liter. Warga Jl Kelayan A ini sendiri
baru sebulan melakoni profesi tersebut karena pekerjaan sebelumnya sebagai
tukang ojek kurang menghasilkan.
“Untungnya sih tidak banyak, karena harga beli di sana sudah
mahal duluan, sekarang Rp 8 ribuan perliter. Terus saya jual lagi karena malas
menjajakan,” ujarnya.
Seiring derasnya rembesan mitan bersubsidi ke Banjarmasin,
mitan nonsubsidi yang harganya lebih mahal tidak laku lagi. Salah satu agen
mitan dan elpiji di Banjarmasin, PT Citra Nusa Prima bahkan sudah tak
menyalurkan mitan nonsubsidi sejak tiga bulan silam.
“Awalnya sempat jual, tapi sekarang kami fokus ke elpiji
saja,” kata Manajer Pemasaran PT Citra Nusa Prima M Najib yang ditemui di
kantornya Jl RE Martadinata.
Penghentian sementara penyaluran ini tak terlepas dari
keengganan pangkalan menjual mitan nonsubsidi. Di samping itu, harga mitan
nonsubsidi yang fluktuatif karena mengikuti harga minyak dunia rentan
menimbulkan kerugian.
“Harga perlimabelas hari berubah. Takutnya nebus di atas 10
ribu liter, nanti belum habis harganya turun,” tambahnya.
Ketua Pangkalan Elpiji Kota Banjarmasin Riduan Syahrani
mengatakan, berjualan mitan nonsubsidi secara hitungan dagang rugi.
“Harga tebus Rp 50 juta pertangki, sebulan tidak habis.
Kendala lainnya harga berubah-ubah,” paparnya.
Selain adanya disparitas harga dengan mitan bersubsidi,
mitan nonsubsidi tidak dilirik masyarakat karena kualitasnya diragukan. Tak
sedikit masyarakat yang curiga mitan nonsubsidi tidak asli karena warnanya
ungu, sedangkan mitan bersubsidi yang selama ini dikenal masyarakat bening.
Penindakan Wewenang
Polisi
Sementara itu, Sales Representative Fuel Retail Pertamina
Rayon IV Kalsel Hari Prasetyo yang dikonfirmasi mengatakan bahwa
‘penyelundupan’ mitan bersubsidi ke daerah yang telah menerapkan konversi mitan
ke elpiji melanggar UU Migas, khususnya pasal 55 tentang tata niaga BBM.
Sedangkan paling berwenang melakukan penindakan adalah pihak kepolisian. Kewenangan
tersebut diatur dalam UU Migas dan Perpres Nomor 15 Tahun 2012.
“Sweeping, ada yang masuk perbatasan tangkap. Barangnya bisa
langsung dikenali karena bening, sedangkan yang nonsubsidi berwarna,” tegasnya.
Ditambahkannya, selama ini Pertamina selalu berkoordinasi
dengan kepolisian dalam pengawasan distribusi BBM. Kepolisian pun giat
menggelar operasi penertiban, khususnya premium dan solar.
“Itu saja sudah kewalahan,” lanjutnya.
Merembesnya mitan bersubsidi dari daerah yang belum konversi
ke daerah yang sudah merupakan konsekuensi logis dari pelaksanaan konversi di
Kalsel yang tersedat. Hingga saat ini baru tiga daerah yang melaksanakan
konversi, yakni Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru, dan Kabupaten Banjar. Itupun
belum seratus persen. Sementara pemerintah pusat belum menjawab kelanjutan
konversi di 10 kabupaten lainnya.
“Kami kan sudah sering utarakan di awal, harusnya konversi
berkelanjutan,” ucapnya.
Soal kelangkaan mitan bersubsidi di daerah di Kalsel yang
belum melaksanakan konversi, seperti Tala, ia menyatakan kalau tidak ada
pengurangan pasokan. Sedangkan menanggapi keengganan masyarakat menggunakan
mitan nonsubsidi karena kualitasnya diragukan, Hari menepisnya. Ia meyakinkan
baik mitan bersubsidi maupun nonsubsidi hanya beda di warna, barangnya sendiri
sama.
“Kalau soal banyak agen dan pangkalan tidak mau menjual
mitan nonsubsidi, kami pikir itu wajar. Mereka juga melihat pasar, sementara
harga mitan nonsubsidi lebih mahal, yang bersubsidi banjir,” tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar