Ukiran Nama Favorit
Pengunjung
Bagi pecintanya,
kopi bukan sekadar minuman pengusir kantuk. Aroma dan rasanya adalah seni yang
kaya yang tak habis digali. Secangkir kopi bahkan dapat menjadi kanvas untuk
menuangkan imajinasi.
“Latte art lebih
cantik pakai cokelat. Selain itu, hasilnya jadi lebih tahan lama,” kata barista
atau peracik kopi di sebuah kedai kopi di bilangan Jl Kampung Melayu Darat itu.
Latte art adalah istilah
untuk menyebut gambar atau pola di permukaan kopi, khususnya espresso. Berkembang
di Italia pada akhir era 1980-an, latte art mulai marak di diterapkan sejumlah kedai kopi di Indonesia
dalam beberapa tahun terakhir.
“Pernah ada
pengunjung minta gambar naga, itu paling susah. Pertama bikin kacau, pas mau
gambar semburan api eh jadinya paruh, malah lebih mirip bebek. Tapi
setelah diulang lagi bisa,” kisah Wahyu.
Baru dua bulan lalu mahasiswa
semester lima di Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari itu belajar membuat latte art.
Jiwa seni lukisnya membantu kelincahan tangannya melekuk-lekukkan busa hingga
membentuk pola-pola menawan. Sekali lagi Wahyu mendemonstrasikan keahliannya.
Busa dituang
membentuk enam bulatan putih kecil dengan komposisi membentuk lingkaran. Keenam
bulatan tadi lalu ditoreh di tengah-tengah searah jarum jam. Ajaib!
Bulatan-bulatan itu berubah menjadi serupa dedaunan yang mengambang di
permukaan air.
“Ini salah satu pola
yang paling sederhana,” ujarnya.
Meski di Banjarmasin
kedai kopi makin menjamur, tapi baru segelintir saja yang memasukkan latte art
dalam daftar menu. Berry Junaedy (27), sang pemilik kedai kopi menuturkan, itu
karena membuat latte art memakan waktu. Makin rumit polanya, makin lama juga
penyajiannya.
“Perbandingannya,
waktu untuk membuat satu porsi bisa untuk menyelesaikan tiga minuman biasa.
Bisa lebih kalau latte art-nya rumit,” kata ayah satu anak yang jatuh cinta
dengan kopi sejak menjadi barista di sebuah kafe di Surabaya selepas lulus
kuliah perhotelan pada tahun 2005 itu.
Dituturkan arek
Suroboyo yang hijrah ke Banjarmasin tahun 2008 tersebut, inti dari latte art
adalah permainan foam atau busa. Busa ini dihasilkan dari susu cair yang
di-steam. Inilah tahap paling penting sekaligus menentukan dalam pembuatan
latte art.
Jika busa yang dihasilkan
kasar dan tidak menyatu, maka latte art gagal. Hal itu bisa terjadi jika ada
perlakuan yang kurang tepat selama steam berlangsung, misalnya air yang
disemprotkan oleh mesin terlalu banyak. Untuk menghasilkan busa yang baik dan
lembut, susu cair yang digunakan juga harus berkualitas.
“Dalam bahasa
Italia, latte artinya susu. Sebenarnya pakai susu dikasih foam tanpa kopi bisa
membuat latte art. Fungsi kopi lebih untuk memberi garis yang lebih tegas,
ibaratnya sebagai tinta,” terangnya.
Dalam pembuatan
latte art, gelas yang akan dipakai untuk penyajian dipanaskan terlebih dulu.
Menurut Berry, maksudnya untuk menyamakan dengan suhu kopi yang nanti dituang
agar rasa kopi tidak langsung ‘terbuka’. Setelah didiamkan 5-10
menit, barulah kopi dituang. Saat menuang kopi dari mesin, bibir cangkir harus
ditempelkan.
“Kalau tidak, crema
(minyak hasil penggilingan kopi yang muncul dalam bentuk gelembung saat kopi
diseduh air, Red) yang terbentuk besar-besar dan ikut naik ke permukaan, latte
art-nya jadi nggak bagus,” imbuhnya.
Selanjutnya, giliran
susu yang telah di-steam dituang ke dalam cangkir. Terakhir, busa yang
tertinggal di dasar gelas yang dipakai dalam proses steam ditata di permukaan
paling atas cangkir sesuai pola yang ingin dibuat. Perbandingan kopi,
susu, dan busa masing-masing sepertiga dari ukuran cangkir.
Dijelaskan Berry,
secara garis besar ada dua teknik membuat latte art. Pertama, sistem tuang
dengan cara mengatur jatuhnya susu dan busa sedemikian rupa sehingga membentuk
pola. Kedua, digambar secara manual dengan bantuan tusuk gigi atau bilah. Untuk
lebih mempercantik, terkadang barista menambahkan cokelat atau sirup. Latte art
bisa bertahan rata-rata 10-15 menit.
“Banyak gambar
yang bisa dibuat. Tapi kebanyakan pengunjung di sini pesannya tulisan nama
mereka dan nama pasangannya,” katanya.
Setiap cappuccino
yang dipesan pengunjung di kedai kopi milik Berry biasanya selalu diberi latte
art walau si pemesan tidak meminta. Sejumlah pengunjung yang awam tentang latte
art pun dibuat surprised saat cappuccino mereka diantar
lengkap dengan hiasan nama mereka di atasnya. Di samping belum banyak kedai
kopi di Banjarmasin yang menyajikannya, tampaknya latte art sendiri belum terlalu
populer di kuping sebagian warga Banjarmasin. Eva (25) salah satunya.
“Baru sekali ke
sini, mau coba cappuccino-nya aja. Nggak pesan pakai tulisan nama segala,
soalnya nggak tahu. Tapi tadi pas pesan ditanya sih atas nama siapa,” ucap
karyawan swasta di salah satu perusahaan di Banjarmasin itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar