Pemilukada Kembali Jadi Pilwali
BANJARMASIN – Pemerintah dan DPRD Kota Banjarmasin
menyepakati pagu anggaran penyelenggaran pemilihan walikota (pilwali) tahun
2015 mendatang sebesar Rp 24 miliar. Angka tersebut naik Rp 1,5 miliar dari
usulan awal dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Dana Cadangan
Daerah dalam Rangka Pelaksanaan Pemilihan Walikota Tahun 2015 yang telah
diparipurnakan, Senin (15/10).
“Ada estimasi dari KPU (Komisi Pemilihan Umum) menaruh
angkat tinggi, ada pertimbangan. Kita menganggarkan saja,” ujar Ketua Pansus
Raperda Dana Cadangan Daerah dalam Rangka Pelaksanaan Pemilihan Walikota Tahun
2015 Johansyah.
Sebelumnya, KPU Kota Banjarmasin mengusulkan Rp 22,5 miliar
untuk ancang-ancang penyelenggaraan pilwali dua putaran. Kalau satu putaran
saja, dana yang dibutuhkan diprediksi sekitar Rp 15 miliar. Nilai itu naik dua
kali lipat dari anggaran pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) 2010 yang
menghabiskan dana Rp 7,5 miliar.
Selain untuk operasional KPU, termasuk dalam dana cadangan
itu adalah pendanaan untuk Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Dari Panwaslu
sendiri belum ada angka pasti berapa biaya yang dibutuhkan karena struktur belum
terbentuk.
Dana sebesar Rp 24 miliar itu, sambung Johan, tidak mesti
dihabiskan seluruhnya. Lagipula, untuk mengeluarkan dana tersebut ada pedoman
yang harus diikuti untuk menentukan kepatutan dan kesesuaian antara besaran
yang diminta dengan kebutuhan.
“Pengelolaan dana itu ada pada Badan Pengelolaan Keuangan
dan Aset Daerah, tidak diserahkan ke KPU. Badan yang mengevaluasi apakah pengeluaran
yang diusulkan wajar atau tidak, apakah suatu pengeluaran boleh didanai dengan
dana cadangan itu atau tidak, dengan berpedoman pada pedum,” tutur politisi
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang duduk di Komisi IV DPRD Kota
Banjarmasin itu.
Dana cadangan pilwali 2015 sendiri bakal dianggarkan secara
bertahap, masing-masing Rp 7,5 miliar pada 2012, Rp 8 miliar pada 2013, dan Rp
8,5 miliar pada 2014. Selain kenaikan harga-harga barang dalam jangka waktu
tiga tahun ke depan, kata Johan, ada
beberapa hal dalam penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) yang berubah ke
depan, misalnya adanya penghitungan kembali surat suara di kelurahan setelah
diserahkan Panitia Pemungutan Suara (PPS).
“Dulu kan setelah diserahkan ke kelurahan langsung diserahkan
ke kecamatan. Itu biaya lagi, perlu pengawalan, dan lain-lain,” imbuhnya.
Sementara itu, istilah pemilukada bakal ditinggalkan pada
pemilu akan datang. Seiring adanya mekanisme penyelenggaraan pemilu yang baru
melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011, istilah yang digunakan adalah
pemilihan gubernur, bupati, dan walikota. Judul raperda yang sebelumnya memakai
pemilukada pun diganti menjadi pemilihan walikota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar