BANJARMASIN - Biaya pembuatan naskah akademik dan rancangan
peraturan daerah (raperda) di Banjarmasin diklaim paling murah.
Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPRD Kota Banjarmasin Bambang
Yanto Permono mengatakan, anggaran Rp 20 juta untuk pembuatan satu naskah
akademik beserta draft raperda yang dikerjasamakan dengan Lembaga Kajian Produk
Hukum Unlam relatif kecil jika dibandingkan dengan di daerah lain.
Hal itu diungkapkannya saat mendapat pertanyaan dari anggota Banleg DPRD Kabupaten Nganjuk yang melakukan kunjungan kerja ke DPRD Kota Banjarmasin, Senin (29/4).
"Anggaran mulai tahun 2009 sampai sekarang untuk satu naskah akademik dan draft raperda Rp 20 juta. Itu paling murah," ujarnya.
Pihaknya membandingkan dengan kondisi di Jakarta, dimana biaya pembuatan naskah akademik plus draft sebuah raperda bisa mencapai ratusan juta rupiah.
"Kita pernah tanyakan, biayanya antara Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar, tergantung maksud dan tujuan perdanya. Sekarang kita tidak masalah apapun perdanya, tentang pajak atau lainnya sama saja biayanya," tuturnya.
Pun jika dibandingkan dengan kota dan kabupaten lain di Kalimantan Selatan yang juga bekerja sama dengan Unlam, sambung Bambang, tarif yang dipatok untuk Banjarmasin lebih rendah.
"Mungkin karena mereka (Unlam) juga orang Banjarmasin, ada semangat membangun daerah," imbuhnya.
Cuma, kata Bambang lagi, Rp 20 juta itu memang tidak termasuk anggaran untuk studi banding dan rapat-rapat pembahasan.
"Kita menyadari kalau sudah dibikin pansus (panitia khusus), biayanya tidak sedikit. Maka, sekarang sebelum raperda-raperda yang mau dibuat disepakati dengan pemerintah kota, dikonsultasikan dulu ke kementrian," katanya.
Selain masalah anggaran pembuatan raperda, rombongan juga menanyakan efektivitas penerapannya. Anggota Banleg DPRD Kota Banjarmasin M Fauzan mengatakan, pihaknya belum dibantu oleh tenaga ahli, walaupun di peraturan keberadaan tenaga ahli dibolehkan.
"Tenaga ahli untuk fraksi saja kan baru mulai tahun ini," ucapnya.
Dari sisi kualitas, menurutnya dalam praktik di lapangan kurang lebih saja seperti daerah lain. Penerapan peraturan daerah oleh eksekutif masih lemah, bahkan ia menilai kalau asalnya dari inisiatif dewan, pemerintah kota agak malas melaksanakannya.
"Bahkan olahan mereka sendiri juga begitu. Seperti peraturan daerah tentang wajib baca tulis Alquran, itu inisiatif pemko, tapi yang usul malah belum koordinasi dengan Disdik, pelaksanaannya Disdik malah tidak tahu," paparnya.
Ia menambahkan, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan komisi terkait perda-perda yang tidak berjalan.
"Apa yang jadi kendalanya, kalau perlu direvisi ya direvisi," tandasnya.
Hal itu diungkapkannya saat mendapat pertanyaan dari anggota Banleg DPRD Kabupaten Nganjuk yang melakukan kunjungan kerja ke DPRD Kota Banjarmasin, Senin (29/4).
"Anggaran mulai tahun 2009 sampai sekarang untuk satu naskah akademik dan draft raperda Rp 20 juta. Itu paling murah," ujarnya.
Pihaknya membandingkan dengan kondisi di Jakarta, dimana biaya pembuatan naskah akademik plus draft sebuah raperda bisa mencapai ratusan juta rupiah.
"Kita pernah tanyakan, biayanya antara Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar, tergantung maksud dan tujuan perdanya. Sekarang kita tidak masalah apapun perdanya, tentang pajak atau lainnya sama saja biayanya," tuturnya.
Pun jika dibandingkan dengan kota dan kabupaten lain di Kalimantan Selatan yang juga bekerja sama dengan Unlam, sambung Bambang, tarif yang dipatok untuk Banjarmasin lebih rendah.
"Mungkin karena mereka (Unlam) juga orang Banjarmasin, ada semangat membangun daerah," imbuhnya.
Cuma, kata Bambang lagi, Rp 20 juta itu memang tidak termasuk anggaran untuk studi banding dan rapat-rapat pembahasan.
"Kita menyadari kalau sudah dibikin pansus (panitia khusus), biayanya tidak sedikit. Maka, sekarang sebelum raperda-raperda yang mau dibuat disepakati dengan pemerintah kota, dikonsultasikan dulu ke kementrian," katanya.
Selain masalah anggaran pembuatan raperda, rombongan juga menanyakan efektivitas penerapannya. Anggota Banleg DPRD Kota Banjarmasin M Fauzan mengatakan, pihaknya belum dibantu oleh tenaga ahli, walaupun di peraturan keberadaan tenaga ahli dibolehkan.
"Tenaga ahli untuk fraksi saja kan baru mulai tahun ini," ucapnya.
Dari sisi kualitas, menurutnya dalam praktik di lapangan kurang lebih saja seperti daerah lain. Penerapan peraturan daerah oleh eksekutif masih lemah, bahkan ia menilai kalau asalnya dari inisiatif dewan, pemerintah kota agak malas melaksanakannya.
"Bahkan olahan mereka sendiri juga begitu. Seperti peraturan daerah tentang wajib baca tulis Alquran, itu inisiatif pemko, tapi yang usul malah belum koordinasi dengan Disdik, pelaksanaannya Disdik malah tidak tahu," paparnya.
Ia menambahkan, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan komisi terkait perda-perda yang tidak berjalan.
"Apa yang jadi kendalanya, kalau perlu direvisi ya direvisi," tandasnya.
Realisasi Anggaran
Pembuatan Peraturan Daerah 2012
Legislasi Rp 1,1 M
-
Kerjasama pembuatan naskah akademik raperda
inisiatif DPRD dengan pihak ketiga
-
Konsultasi publik
-
Konsultasi teknis ke kementrian
Pembahasan Rp 4,6 M
-
Rapat-rapat dengan eksekutif
-
Studi banding
Tidak ada komentar:
Posting Komentar