Ingin Jadi Dokter, Tapi Tak Ingin Sekolah Lagi
Menjadi dokter. Itulah angan-angan yang ingin diwujudkan bocah berusia tiga belas tahun bernama Halimah, salah seorang siswa Kelas Khusus Pasar Lima Banjarmasin. Akan tetapi, ia terpaksa berkompromi dengan kenyataan bahwa untuk makan saja keluarganya sering kesulitan. Ia pun lebih memilih bekerja untuk membantu orang tuanya, daripada melanjutkan sekolah untuk mengejar cita-citanya.
NAZAT FITRIAH, Banjarmasin
Setiap hari, selain sekolah, Halimah menghabiskan waktunya dengan bekerja sebagai penjaga WC umum di Pasar Lima, bersama-sama dengan ketujuh saudaranya yang lain. Aktivitas ini dimulai dari pukul enam pagi. Pukul delapan, ia dan kedua adiknya yang paling kecil, Kartini dan Masitah, naik ke lantai dua Pasar Lima untuk mengikuti pelajaran bersama dengan anak-anak lain yang nasibnya tak jauh lebih baik dari dirinya yang tak bisa bersekolah secara layak karena mereka harus bekerja. Ada yang menjadi pencari kardus, pengupas bawang, maupun buruh panggul.
Pukul sebelas, ketika sekolah berakhir, anak-anak yang tak beruntung ini pun tak membuang masa lagi untuk mengumpulkan rejeki mereka pada hari itu. Begitu pun Halimah dan kedua adiknya. Mereka kembali melakoni pekerjaannya sampai hari merambat sore demi uang sebesar Rp 15 ribu.
"Uangnya untuk beli beras," jawabnya polos ketika ditanya untuk apa uang yang didapatnya.
Halimah mengaku pekerjaan ayahnya adalah memperbaiki mesin-mesin. Namun, nampaknya penghasilannya tak cukup untuk menafkahi seluruh anggota keluarganya sehingga anak-anaknya harus pula ikut menanggung beban kehidupan mereka yang berat. Tapi, anak sekecil Halimah rupanya bisa memahami keadaan orang tuanya tersebut. Ia mengatakan setelah lulus nanti tak akan melanjutkan sekolahnya.
"Saya ingin bekerja untuk membantu orang tua," katanya.
Lalu, bagaimana dengan cita-citanya untuk menjadi dokter?
Halimah tak bisa menjawab. Ia hanya menyunggingkan senyum yang entah mengartikan apa, lalu bergegas pergi dengan menggandeng adik-adiknya.
Bermimpi adalah hak semua orang, termasuk anak-anak yang bersekolah di Kelas Khusus Pasar Lima Banjarmasin. Namun, kesulitan ekonomi membuat harapan untuk mewujudkan mimpi itu nampak tipis di mata mereka.
(liputan tanggal 22 Februari 2010)
Menjadi dokter. Itulah angan-angan yang ingin diwujudkan bocah berusia tiga belas tahun bernama Halimah, salah seorang siswa Kelas Khusus Pasar Lima Banjarmasin. Akan tetapi, ia terpaksa berkompromi dengan kenyataan bahwa untuk makan saja keluarganya sering kesulitan. Ia pun lebih memilih bekerja untuk membantu orang tuanya, daripada melanjutkan sekolah untuk mengejar cita-citanya.
NAZAT FITRIAH, Banjarmasin
Setiap hari, selain sekolah, Halimah menghabiskan waktunya dengan bekerja sebagai penjaga WC umum di Pasar Lima, bersama-sama dengan ketujuh saudaranya yang lain. Aktivitas ini dimulai dari pukul enam pagi. Pukul delapan, ia dan kedua adiknya yang paling kecil, Kartini dan Masitah, naik ke lantai dua Pasar Lima untuk mengikuti pelajaran bersama dengan anak-anak lain yang nasibnya tak jauh lebih baik dari dirinya yang tak bisa bersekolah secara layak karena mereka harus bekerja. Ada yang menjadi pencari kardus, pengupas bawang, maupun buruh panggul.
Pukul sebelas, ketika sekolah berakhir, anak-anak yang tak beruntung ini pun tak membuang masa lagi untuk mengumpulkan rejeki mereka pada hari itu. Begitu pun Halimah dan kedua adiknya. Mereka kembali melakoni pekerjaannya sampai hari merambat sore demi uang sebesar Rp 15 ribu.
"Uangnya untuk beli beras," jawabnya polos ketika ditanya untuk apa uang yang didapatnya.
Halimah mengaku pekerjaan ayahnya adalah memperbaiki mesin-mesin. Namun, nampaknya penghasilannya tak cukup untuk menafkahi seluruh anggota keluarganya sehingga anak-anaknya harus pula ikut menanggung beban kehidupan mereka yang berat. Tapi, anak sekecil Halimah rupanya bisa memahami keadaan orang tuanya tersebut. Ia mengatakan setelah lulus nanti tak akan melanjutkan sekolahnya.
"Saya ingin bekerja untuk membantu orang tua," katanya.
Lalu, bagaimana dengan cita-citanya untuk menjadi dokter?
Halimah tak bisa menjawab. Ia hanya menyunggingkan senyum yang entah mengartikan apa, lalu bergegas pergi dengan menggandeng adik-adiknya.
Bermimpi adalah hak semua orang, termasuk anak-anak yang bersekolah di Kelas Khusus Pasar Lima Banjarmasin. Namun, kesulitan ekonomi membuat harapan untuk mewujudkan mimpi itu nampak tipis di mata mereka.
(liputan tanggal 22 Februari 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar