Sejumlah pengelola lembaga pendidikan non formal (PNF) se-Kota Banjarmasin mengikuti kegiatan Lokakarya dan Sosialisasi Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non formal (BAN PNF) kemarin (23/04) pagi. Dalam acara yang digelar di Aula Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin di Jl KP Tendean tersebut, dipaparkan mengenai pentingnya akreditasi bagi lembaga pendidikan non formal (PNF).
NAZAT FITRIAH, BANJARMASIN
Hadir sebagai pembicara yakni Astuti Yudo BA dan Noor Widyastuti Ssi dari BAN PNF, sebuah institusi yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan Nasional RI dan bertugas untuk melakukan akreditasi terhadap satuan pendidikan non formal.
BAN PNF baru melaksanakan tugasnya sejak tahun 2008 di 15 provinsi dengan 12 program dan 333 satuan yang telah terkareditasi, kemudian pada tahun 2009 melebar ke 20 provinsi dan 323 satuan yang diakrediatasi. Sedangkan pada tahun 2010 BAN PNF mengharapkan dapat menjangkau seluruh wilayah di Indonesia dan menargetkan 560 program dan satuan yang dapat diakreditasi.
Adapun Kalsel baru masuk dalam wilayah jangkauan BAN PNF pada tahun ini. Menurut Astuti Yudo, hal ini disebabkan karena PNF di Kalsel kurang aktif.
“Setiap ada kegiatan jarang sekali ada perwakilan dari Kalsel,” ujarnya.
Dipaparkannya bahwa ada tujuan dari akreditasi adalah untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada setiap jenjang. Sedangkan manfaatnya antara lain menyempurnakan visi misi program, meningkatkan mutu, memberdayakan kinerja satuan PNF, serta mendorong agar selalu meningkatkan mutu.
“Instrumen akreditasi tidak disusun sembarangan, melainkan disusun oleh pakar, lalu di uji coba, kemudian dibawa ke BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan, red), dan setelah di-acc oleh Mendiknas baru bisa digunakan,” bebernya.
Sementara itu, saat ini ada sekitar 547 asesor dari 20 provinsi di Indonesia yang telah direkrut oleh BAN PNF dengan kriteria yang memenuhi standar kompetensi, yakni pengetahuan, keterampilan, dan attitude.
Dijelaskannya lebih lanjut bahwa cakupan akreditasi oleh BAN PNF saat ini meliputi tiga lembaga, yaitu kursus, pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) dan pendidikan anak usia dini (PAUD) dengan 14 program, di antaranya program PAUD, paket A, paket B, paket C, kursus Bahasa Inggris, kursus komputer, akupunktur, pendidikan sekretaris, pendidikan otomotif, kursus menjahit, tata kecantikan rambut, tata kecantikan kulit dan tata kecantikan rias pengantin. Rencananya pada tahun ini akan ditambah lagi tiga lembaga dan sepuluh program.
“Tahun ini akan disusun lagi program baru salah satunya spa, karena banyak permintaan banyak dimana banyak di antara mereka yang sudah melakukan kerjasama dengan luar negeri. Mudah-mudahan tahun ini bisa disusun instrumennya,” katanya
Nah, lantas bagaimana proses akreditasi oleh BAN PNF sendiri?
Noor Widyastuti Ssi menjelaskan bahwa persyaratan cukup mudah, yakni memiliki izin operasional dari Dinas Pendidikan setempat, sudah melakukan kegiatan minimal setahun setelah keluarnya izin, dan selanjutnya mengajukan permohonan akreditasi ke BAN PNF.
“Akreditasi ini sebenarnya bersifat opsional dan tidak memaksa, tergantung kesadaran pengelola, kami hanya menilai. Dengan adanya akreditasi, manajemen lembaga semakin tertata sehingga tidak kalah dengan pendidikan formal,” katanya.
Selanjutnya, ujarnya, BAN PNF akan mengirim surat jawaban yang akan dilampiri dengan instrumen yang harus diisi sesuai dengan program atau lembaga yang diajukan untuk diakreditasi. Setelah instrumen diterima maka harus segera diisi dengan lengkap dan disiapkan lampirannya kemudian di bundel dengan urutan sesuai dengan standar di instrumen untuk mempercepat proses, lalu di-copy minimal dua dimana yang asli dikirim ke BAN PNF, sedangkan yang satu lagi untuk asesor yang nanti datang untuk melakukan akreditasi.
“Instrumen itu akan dievaluasi lengkap atau tidak, kemudian di-asesment oleh asesor kami, baru kami akan menunjuk asesor yang akan ditugaskan untuk meninjau langsung,” terangnya.
Kalau ternyata hasilnya status ditunda, maka ia mengimbau agar jangan berkecil hati tapi harus berbenah karena BAN PNF akan memberikan waktu selama satu tahun bagi lembaga untuk melakukan perbaikan dan dalam sebulan atau dua bulan status bisa berubah.
“Jika lembaga tidak melakukan perbaikan, maka akan dikatakan tidak terakreditasi dan harus mengajukan permohonan ulang,” imbuhnya.
Ia menambahkan bahwa BAN PNF membuka tiga kali tahap akreditasi setiap tahunnya, yakni pada bulan Januari-April, Mei-Agustus, dan Agustus-November.
“Sebagai catatan, asesor sudah dibekali uang makan, transport dan honor oleh BAN PNF, jadi akreditasi gratis, hanya bayar fotokopi berkas dan biaya kirim. Tidak perlu sogok-sogokan, tidak perlu menyediakan amplop,” tukasnya lagi.
Adapun hasil asesment oleh asesor, ujarnya, akan dilakukan evaluasi yang cukup alot mulai dari BAN PNF sampai ke BAN, baru kemudian diplenokan dan penetapan hingga sertifikat dapat diterbitkan.
“Sertifikat berlaku selama lima tahun dan setiap tahun akan diadakan surveilance minimal sekali. Jika ada hal-hal yang mengganggu, maka akreditasi bisa saja dicabut,” pungkasnya.
NAZAT FITRIAH, BANJARMASIN
Hadir sebagai pembicara yakni Astuti Yudo BA dan Noor Widyastuti Ssi dari BAN PNF, sebuah institusi yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan Nasional RI dan bertugas untuk melakukan akreditasi terhadap satuan pendidikan non formal.
BAN PNF baru melaksanakan tugasnya sejak tahun 2008 di 15 provinsi dengan 12 program dan 333 satuan yang telah terkareditasi, kemudian pada tahun 2009 melebar ke 20 provinsi dan 323 satuan yang diakrediatasi. Sedangkan pada tahun 2010 BAN PNF mengharapkan dapat menjangkau seluruh wilayah di Indonesia dan menargetkan 560 program dan satuan yang dapat diakreditasi.
Adapun Kalsel baru masuk dalam wilayah jangkauan BAN PNF pada tahun ini. Menurut Astuti Yudo, hal ini disebabkan karena PNF di Kalsel kurang aktif.
“Setiap ada kegiatan jarang sekali ada perwakilan dari Kalsel,” ujarnya.
Dipaparkannya bahwa ada tujuan dari akreditasi adalah untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada setiap jenjang. Sedangkan manfaatnya antara lain menyempurnakan visi misi program, meningkatkan mutu, memberdayakan kinerja satuan PNF, serta mendorong agar selalu meningkatkan mutu.
“Instrumen akreditasi tidak disusun sembarangan, melainkan disusun oleh pakar, lalu di uji coba, kemudian dibawa ke BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan, red), dan setelah di-acc oleh Mendiknas baru bisa digunakan,” bebernya.
Sementara itu, saat ini ada sekitar 547 asesor dari 20 provinsi di Indonesia yang telah direkrut oleh BAN PNF dengan kriteria yang memenuhi standar kompetensi, yakni pengetahuan, keterampilan, dan attitude.
Dijelaskannya lebih lanjut bahwa cakupan akreditasi oleh BAN PNF saat ini meliputi tiga lembaga, yaitu kursus, pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) dan pendidikan anak usia dini (PAUD) dengan 14 program, di antaranya program PAUD, paket A, paket B, paket C, kursus Bahasa Inggris, kursus komputer, akupunktur, pendidikan sekretaris, pendidikan otomotif, kursus menjahit, tata kecantikan rambut, tata kecantikan kulit dan tata kecantikan rias pengantin. Rencananya pada tahun ini akan ditambah lagi tiga lembaga dan sepuluh program.
“Tahun ini akan disusun lagi program baru salah satunya spa, karena banyak permintaan banyak dimana banyak di antara mereka yang sudah melakukan kerjasama dengan luar negeri. Mudah-mudahan tahun ini bisa disusun instrumennya,” katanya
Nah, lantas bagaimana proses akreditasi oleh BAN PNF sendiri?
Noor Widyastuti Ssi menjelaskan bahwa persyaratan cukup mudah, yakni memiliki izin operasional dari Dinas Pendidikan setempat, sudah melakukan kegiatan minimal setahun setelah keluarnya izin, dan selanjutnya mengajukan permohonan akreditasi ke BAN PNF.
“Akreditasi ini sebenarnya bersifat opsional dan tidak memaksa, tergantung kesadaran pengelola, kami hanya menilai. Dengan adanya akreditasi, manajemen lembaga semakin tertata sehingga tidak kalah dengan pendidikan formal,” katanya.
Selanjutnya, ujarnya, BAN PNF akan mengirim surat jawaban yang akan dilampiri dengan instrumen yang harus diisi sesuai dengan program atau lembaga yang diajukan untuk diakreditasi. Setelah instrumen diterima maka harus segera diisi dengan lengkap dan disiapkan lampirannya kemudian di bundel dengan urutan sesuai dengan standar di instrumen untuk mempercepat proses, lalu di-copy minimal dua dimana yang asli dikirim ke BAN PNF, sedangkan yang satu lagi untuk asesor yang nanti datang untuk melakukan akreditasi.
“Instrumen itu akan dievaluasi lengkap atau tidak, kemudian di-asesment oleh asesor kami, baru kami akan menunjuk asesor yang akan ditugaskan untuk meninjau langsung,” terangnya.
Kalau ternyata hasilnya status ditunda, maka ia mengimbau agar jangan berkecil hati tapi harus berbenah karena BAN PNF akan memberikan waktu selama satu tahun bagi lembaga untuk melakukan perbaikan dan dalam sebulan atau dua bulan status bisa berubah.
“Jika lembaga tidak melakukan perbaikan, maka akan dikatakan tidak terakreditasi dan harus mengajukan permohonan ulang,” imbuhnya.
Ia menambahkan bahwa BAN PNF membuka tiga kali tahap akreditasi setiap tahunnya, yakni pada bulan Januari-April, Mei-Agustus, dan Agustus-November.
“Sebagai catatan, asesor sudah dibekali uang makan, transport dan honor oleh BAN PNF, jadi akreditasi gratis, hanya bayar fotokopi berkas dan biaya kirim. Tidak perlu sogok-sogokan, tidak perlu menyediakan amplop,” tukasnya lagi.
Adapun hasil asesment oleh asesor, ujarnya, akan dilakukan evaluasi yang cukup alot mulai dari BAN PNF sampai ke BAN, baru kemudian diplenokan dan penetapan hingga sertifikat dapat diterbitkan.
“Sertifikat berlaku selama lima tahun dan setiap tahun akan diadakan surveilance minimal sekali. Jika ada hal-hal yang mengganggu, maka akreditasi bisa saja dicabut,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar