A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Senin, 10 Mei 2010

Distanak Pesimis

Terkait Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet

BANJARMASIN – Nada pesimis mengiringi wacana pemungutan pajak yang akan diberlakukan terhadap usaha sarang burung walet yang dilontarkan oleh DPRD Kota Banjarmasin. Meski kini tengah marak dan mengalami perkembangan yang cukup pesat di Kota Banjarmasin, namun Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Kota Banjarmasin Priyo Eko tak berani menjamin bahwa pengenaan pajak terhadap usaha sarang burung walet akan secara otomatis mampu mengerek Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Banjarmasin. Pasalnya, pemungutan pajak ini akan sangat sulit dilakukan mengingat objek pajak berada di ruang tertutup sehingga tidak bisa dipantau secara langsung dan pengusahanya pun sulit ditemui karena kebanyakan berada di luar daerah bahkan di luar negeri.

“Kami sangat menyambut baik, namun perlu dibahas lebih dalam lagi tentang bagaimana melaksanakannya karena pengusaha sarang burung walet sangat sulit ditemui. Selain itu, bagaimana kalau mereka panen dikatakan tidak panen, langkah apa yang akan kita ambil?” ujarnya.

Saat ini, para pengusaha sarang burung walet di Kota Banjarmasin yang jumlahnya mencapai sekitar 120 orang dengan jumlah titik sekitar 230 buah hanya dikenakan retribusi. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 15 tahun 2006 tentang Retribusi Izin Usaha Sarang Burung Walet, perhitungan tarif retribusi ini dilakukan dengan berdasarkan pada ukuran bangunan yang digunakan sebagai tempat berkembang biak sarang.

“Kami bersama-sama Distako (Dinas Tata Kota dan Perumahan Kota Banjarmasin, red) melakukan pengukuran bangunan sehingga sangat mudah,” katanya.

Seiring dengan maraknya usaha sarang burung walet di Kota Banjarmasin, Pemerintah Kota Banjarmasin pun meningkatkan target pendapatan dari sektor retribusi izin usaha sarang burung walet ini dari Rp 200 juta pada tahun 2009 menjadi Rp 400 juta pada tahun 2010. Namun demikian, Priyo tidak bisa memastikan apakah perubahan retribusi menjadi pajak nantinya akan berdampak pada peningkatan PAD secara signifikan.

“Kita sulit memantau sarang burung walet ini. Kalau pengusahanya panen dua kilo dan mereka bilang setengah kilo apa yang bisa kita buat?” tanyanya.

Oleh sebab itu, ia berharap agar pemerintah nantinya dapat menerapkan pemungutan pajak secara bertahap dan tidak langsung menetapkan tarif maksimal sepuluh persen dari hasil penjualan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Hal ini dimaksudkan agar tidak membebani para pengusaha sehingga target PAD yang dipatok justru gagal terealisasi.

“Nanti pengusaha kita kaget. Jadi, bertahap saja dan selanjutnya secara periodik dinaikkan. Kalau langsung sepuluh persen dan target tidak tercapai nanti dikira Dinas Pertanian kolusi atau ogah-ogahan menagih,” tandasnya.

Tidak ada komentar: