BANJARMASIN – Rokok di kalangan perempuan ditengarai mulai mengarah pada tren gaya hidup khususnya pada wanita karir dan yang bekerja di bidang entertainment. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan drg H Rosihan Adhani MS terkait tema peringatan Hari Anti Tembakau Sedunia 2010 yang jatuh besok (31/5) yang menitikberatkan pada efek pemasaran rokok bagi perempuan.
“Rokok di kalangan perempuan di Kalsel tidak begitu menjadi gaya hidup, tapi ada tren ke arah sana terutama wanita karir dan yang bekerja di bidang entertainment,” ujarnya.
Dijelaskannya, secara umum konsumsi rokok di Kalsel tergolong tinggi, yakni menempati peringkat ketiga se-Indonesia. Hal ini juga diikuti dengan semakin tingginya penderita penyakit seperti kanker dan hipertensi, bahkan lebih tinggi daripada penderita penyakit menular dan menjadi penyebab utama kematian.
Oleh sebab itu, ia berharap Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok dapat segera diselesaikan sesuai dengan amanat Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 pasal 115 bahwa pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya, antara lain fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum serta tempat lain yang ditetapkan.
“Nanti juga harus disediakan ruang khusus di tempat-tempat umum untuk merokok agar tidak mengganggu di sekitarnya karena perokok pasif itu lebih beresiko daripada perokok aktif,” jelasnya.
Saat ini, lanjutnya, draft Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok masih digodok. Ia sendiri tak bisa memastikan kapan perda tersebut dapat dirampungkan mengingat banyaknya kepentingan yang terkait di dalamnya sehingga berpotensi menimbulkan penolakan dari kalangan yang merasa kepentingannya dirugikan seperti pedagang.
“Tentangan itu pasti ada. Makanya belajar dari daerah lain, kita lakukan pelarangan merokok secara bertahap mulai dari sosialisasi bahaya merokok untuk menggugah kesadaran masyarakat, penetapan kawasan tanpa rokok, sampai nanti penerapan sanksi,” katanya.
“Rokok di kalangan perempuan di Kalsel tidak begitu menjadi gaya hidup, tapi ada tren ke arah sana terutama wanita karir dan yang bekerja di bidang entertainment,” ujarnya.
Dijelaskannya, secara umum konsumsi rokok di Kalsel tergolong tinggi, yakni menempati peringkat ketiga se-Indonesia. Hal ini juga diikuti dengan semakin tingginya penderita penyakit seperti kanker dan hipertensi, bahkan lebih tinggi daripada penderita penyakit menular dan menjadi penyebab utama kematian.
Oleh sebab itu, ia berharap Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok dapat segera diselesaikan sesuai dengan amanat Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 pasal 115 bahwa pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya, antara lain fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum serta tempat lain yang ditetapkan.
“Nanti juga harus disediakan ruang khusus di tempat-tempat umum untuk merokok agar tidak mengganggu di sekitarnya karena perokok pasif itu lebih beresiko daripada perokok aktif,” jelasnya.
Saat ini, lanjutnya, draft Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok masih digodok. Ia sendiri tak bisa memastikan kapan perda tersebut dapat dirampungkan mengingat banyaknya kepentingan yang terkait di dalamnya sehingga berpotensi menimbulkan penolakan dari kalangan yang merasa kepentingannya dirugikan seperti pedagang.
“Tentangan itu pasti ada. Makanya belajar dari daerah lain, kita lakukan pelarangan merokok secara bertahap mulai dari sosialisasi bahaya merokok untuk menggugah kesadaran masyarakat, penetapan kawasan tanpa rokok, sampai nanti penerapan sanksi,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar