BANJARMASIN – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan ditargetkan selesai dan sudah dapat disahkan dalam jangka waktu dua bulan ke depan. Pembahasan raperda ini dapat dikatakan cukup alot jika dibandingkan dengan pembahasan raperda-raperda sebelumnya karena menyangkut masalah ketenagakerjaan yang sangat kompleks sehingga DPRD Kota Banjarmasin tak ingin terburu-buru menyelesaikannya demi menghasilkan produk hukum yang berkualitas.
Sekretaris Panitia Khusus (Pansus) Raperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan M Dafik As’ad SE MM mengatakan bahwa dengan disahkannya raperda ini nantinya, maka pihaknya dapat menekan pemerintah untuk menjalankan tugas dan kewajibannya untuk melakukan pengaturan terhadap penyelenggaraan ketenagakerjaan dan meningkatkan kualitas tenaga kerjanya.
Meski telah ada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi seperti Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Ketenagakerjaan, namun menurutnya itu belum cukup karena perlu dijabarkan lagi dalam sebuah peraturan daerah. Dengan kata lain, Perda tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan ini bersifat mendukung, melengkapi, dan mempertegas peraturan perundang-undangan yang sudah ada.
“Kalau tidak ada peraturan, tidak ada tekanan. Selama ini kan berjalan begitu saja, dana khusus untuk penyelenggaraan ketenagakerjaan dan peningkatan kualitas SDM juga tidak ada karena dasar hukumnya tidak ada,” ujarnya.
Dijelaskannya lebih lanjut, Raperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan ini akan memperjelas tentang hak dan kewajiban Pemerintah Kota dan tenaga kerja serta upaya-upaya pembinaan dan pengembangan kualitas tenaga kerja.
“Intinya fokus pada peningkatan kualitas SDM dan pengaturan tenaga kerja itu sendiri karena selama ini belum ada payung hukumnya. Kalau raperda ini sudah disahkan, Pemerintah Kota berkewajiban untuk menginformasikan lowongan pekerjaan, mencari peluang-peluang kerja untuk menyerap tenaga kerja, dan menyediakan anggaran yang diperlukan dalam APBD untuk peningkatan kualitas SDM, misalnya mendirikan balai latihan kerja” terangnya.
Hal yang tak kalah penting yang juga turut diatur dalam raperda ini adalah mengenai perusahaan penyedia tenaga kerja atau outsourcing.
“Untuk masalah outsourcing harus ada aturan khusus, di pusat nampaknya juga sudah ada wacana penghapusan karena dianggap merugikan tenaga kerja sehingga perlu ditinjau kembali,” katanya.
Dari data Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kota Banjarmasin, setidaknya ada sekitar 20 buah perusahaan penyedia tenaga kerja yang beroperasi secara resmi di Kota Banjarmasin. Persoalannya, tidak semua perusahaan ini memiliki perwakilan atau kantor cabang sehingga sulit untuk melakukan koordinasi jika terjadi masalah.
Oleh sebab itu, Raperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan mengatur agar perusahaan outsourcing yang mempekerjakan karyawannya di suatu daerah harus memiliki kantor cabang di daerah yang bersangkutan sehingga apabila ada masalah baik antara perusahaan outsourcing tersebut dengan karyawannya maupun karyawan outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa dapat dikomunikasikan dengan baik.
Sekretaris Panitia Khusus (Pansus) Raperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan M Dafik As’ad SE MM mengatakan bahwa dengan disahkannya raperda ini nantinya, maka pihaknya dapat menekan pemerintah untuk menjalankan tugas dan kewajibannya untuk melakukan pengaturan terhadap penyelenggaraan ketenagakerjaan dan meningkatkan kualitas tenaga kerjanya.
Meski telah ada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi seperti Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Ketenagakerjaan, namun menurutnya itu belum cukup karena perlu dijabarkan lagi dalam sebuah peraturan daerah. Dengan kata lain, Perda tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan ini bersifat mendukung, melengkapi, dan mempertegas peraturan perundang-undangan yang sudah ada.
“Kalau tidak ada peraturan, tidak ada tekanan. Selama ini kan berjalan begitu saja, dana khusus untuk penyelenggaraan ketenagakerjaan dan peningkatan kualitas SDM juga tidak ada karena dasar hukumnya tidak ada,” ujarnya.
Dijelaskannya lebih lanjut, Raperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan ini akan memperjelas tentang hak dan kewajiban Pemerintah Kota dan tenaga kerja serta upaya-upaya pembinaan dan pengembangan kualitas tenaga kerja.
“Intinya fokus pada peningkatan kualitas SDM dan pengaturan tenaga kerja itu sendiri karena selama ini belum ada payung hukumnya. Kalau raperda ini sudah disahkan, Pemerintah Kota berkewajiban untuk menginformasikan lowongan pekerjaan, mencari peluang-peluang kerja untuk menyerap tenaga kerja, dan menyediakan anggaran yang diperlukan dalam APBD untuk peningkatan kualitas SDM, misalnya mendirikan balai latihan kerja” terangnya.
Hal yang tak kalah penting yang juga turut diatur dalam raperda ini adalah mengenai perusahaan penyedia tenaga kerja atau outsourcing.
“Untuk masalah outsourcing harus ada aturan khusus, di pusat nampaknya juga sudah ada wacana penghapusan karena dianggap merugikan tenaga kerja sehingga perlu ditinjau kembali,” katanya.
Dari data Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kota Banjarmasin, setidaknya ada sekitar 20 buah perusahaan penyedia tenaga kerja yang beroperasi secara resmi di Kota Banjarmasin. Persoalannya, tidak semua perusahaan ini memiliki perwakilan atau kantor cabang sehingga sulit untuk melakukan koordinasi jika terjadi masalah.
Oleh sebab itu, Raperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan mengatur agar perusahaan outsourcing yang mempekerjakan karyawannya di suatu daerah harus memiliki kantor cabang di daerah yang bersangkutan sehingga apabila ada masalah baik antara perusahaan outsourcing tersebut dengan karyawannya maupun karyawan outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa dapat dikomunikasikan dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar