Perda Bakal Direvisi
BANJARMASIN – Menjamurnya warnet di Banjarmasin ternyata tak dibarengi dengan pengawasan yang maksimal sehingga banyak didapati warnet yang beroperasi tanpa izin.
Oleh sebab itu, hari ini (10/6) Komisi I DPRD Kota Banjarmasin mengadakan rapat dengar pendapat dengan Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika (Dishubkominfo) serta Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Dan Penanaman Modal (BP2TPM) untuk melakukan evaluasi.
Dari data BP2TPM, sampai Mei 2010 cuma 162 warnet yang terdaftar. Dengan tarif retribusi Rp 101.000 per tahun, pemasukan ke kas daerah pun hanya sekitar Rp 163 juta.
“Dalam rangka peningkatan PAD, meski kami fokusnya pada urusan administrasi tapi harus sinergis dengan dinas teknis sehingga kami akan berkoordinasi dengan Dishubkominfo untuk memikirkan bagaimana optimalisasi pencapaian retribusi dengan pengawasan bagi yang sudah berizin dan yang tidak berizin agar segera mengurus izin,” ujar Kabid Perizinan dan Peninjauan Lapangan BP2TPM Banjarmasin Drs Suratno.
Meski hingga bulan Mei 2010 retribusi izin usaha warnet sudah melampaui target sebesar Rp 15 juta, namun ia mengakui di lapangan masih banyak objek yang belum tergarap.
Sementara itu, Kepala Bidang Informatika Dishubkominfo Banjarmasin Aida Mahrita beralasan lemahnya pengawasan diakibatkan kurangnya tenaga. Ia mengatakan sudah hampir setahun ini posisi kepala seksi perizinan kosong setelah pejabat yang lama dimutasi ke Dinas Kebersihan dan Pertamanan, sedangkan stafnya dipindah ke kelurahan.
“Dampaknya kami jadi kekurangan tenaga karena tugas kami jadi mencabang. Tapi katanya sebentar lagi mau diisi,” katanya.
Anggota Komisi I DPRD Kota Banjarmasin Mushaffa Zakir Lc pun mengusulkan agar pendataan dilakukan dengan memanfaatkan petugas kelurahan.
“Ketika ada data pasti ada tindak lanjut. Kita lihat berapa yang belum berizin dan berapa yang sudah berizin,” ucapnya.
Selain itu, tarif retribusi warnet yang selama ini dipukul rata juga diusulkan untuk diterapkan klasifikasi misalnya berdasarkan lokasi warnet atau jumlah komputer yang digunakan.
Dalam rapat tersebut, terungkap pula bahwa Peraturan Daerah (Perda) Nomor 37 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Usaha Media Elektronik Informasi dan Komunikasi akan direvisi karena pasal-pasal yang ada porsinya lebih besar mengenai retribusi. Padahal, pengaturan warnet mestinya lebih dari sekedar persoalan retribusi mengingat dampak sosialnya yang cukup besar terhadap masyarakat.
BANJARMASIN – Menjamurnya warnet di Banjarmasin ternyata tak dibarengi dengan pengawasan yang maksimal sehingga banyak didapati warnet yang beroperasi tanpa izin.
Oleh sebab itu, hari ini (10/6) Komisi I DPRD Kota Banjarmasin mengadakan rapat dengar pendapat dengan Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika (Dishubkominfo) serta Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Dan Penanaman Modal (BP2TPM) untuk melakukan evaluasi.
Dari data BP2TPM, sampai Mei 2010 cuma 162 warnet yang terdaftar. Dengan tarif retribusi Rp 101.000 per tahun, pemasukan ke kas daerah pun hanya sekitar Rp 163 juta.
“Dalam rangka peningkatan PAD, meski kami fokusnya pada urusan administrasi tapi harus sinergis dengan dinas teknis sehingga kami akan berkoordinasi dengan Dishubkominfo untuk memikirkan bagaimana optimalisasi pencapaian retribusi dengan pengawasan bagi yang sudah berizin dan yang tidak berizin agar segera mengurus izin,” ujar Kabid Perizinan dan Peninjauan Lapangan BP2TPM Banjarmasin Drs Suratno.
Meski hingga bulan Mei 2010 retribusi izin usaha warnet sudah melampaui target sebesar Rp 15 juta, namun ia mengakui di lapangan masih banyak objek yang belum tergarap.
Sementara itu, Kepala Bidang Informatika Dishubkominfo Banjarmasin Aida Mahrita beralasan lemahnya pengawasan diakibatkan kurangnya tenaga. Ia mengatakan sudah hampir setahun ini posisi kepala seksi perizinan kosong setelah pejabat yang lama dimutasi ke Dinas Kebersihan dan Pertamanan, sedangkan stafnya dipindah ke kelurahan.
“Dampaknya kami jadi kekurangan tenaga karena tugas kami jadi mencabang. Tapi katanya sebentar lagi mau diisi,” katanya.
Anggota Komisi I DPRD Kota Banjarmasin Mushaffa Zakir Lc pun mengusulkan agar pendataan dilakukan dengan memanfaatkan petugas kelurahan.
“Ketika ada data pasti ada tindak lanjut. Kita lihat berapa yang belum berizin dan berapa yang sudah berizin,” ucapnya.
Selain itu, tarif retribusi warnet yang selama ini dipukul rata juga diusulkan untuk diterapkan klasifikasi misalnya berdasarkan lokasi warnet atau jumlah komputer yang digunakan.
Dalam rapat tersebut, terungkap pula bahwa Peraturan Daerah (Perda) Nomor 37 Tahun 2004 tentang Retribusi Izin Usaha Media Elektronik Informasi dan Komunikasi akan direvisi karena pasal-pasal yang ada porsinya lebih besar mengenai retribusi. Padahal, pengaturan warnet mestinya lebih dari sekedar persoalan retribusi mengingat dampak sosialnya yang cukup besar terhadap masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar