BANJARMASIN – Daerah ini nampaknya tak bisa berkontribusi banyak untuk mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium atau Millenium Development Goals (MDGs) yang jatuh tempo pada tahun 2015 mendatang.
Dalam mewujudkan tujuan memastikan kelestarian lingkungan misalnya, Banjarmasin masih kesulitan mencapai target pengurangan setengah dari proporsi masyarakat yang belum memiliki akses terhadap sanitasi dasar. Upaya ke arah sana setidaknya dihadang tiga persoalan besar, yakni sampah, limbah, dan drainase yang buruk. Diperkirakan baru sekitar 40 persen warga kota ini yang bisa mendapatkan pelayanan sanitasi yang baik.
“Waktu dicanangkan tahun 2006, katakanlah kalau yang kita jalankan selama ini 40 persen sudah dapat terlayani, sisanya masih 60 persen. Nah, minimal 30 persennya harus bisa diselesaikan. Tapi kalau melihat posisi sekarang, memang agak pesimis, mungkin tidak akan tercapai,” ujar Direktur Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah (PD PAL) Kota Banjarmasin, Ir H Muhidin ST.
Padahal, kerugian yang ditimbulkan akibat sanitasi yang buruk jika dinominalkan mencapai Rp 56 triliun rupiah setiap tahunnya secara nasional atau Rp154 milyar per tahun untuk skala Banjarmasin saja.
“Kerugian itu karena penyakit akibat sanitasi buruk yang berdampak pada produktivitas kerja. Orang banyak tidak sadar bahwa kalau ada satu orang saja dalam keluarga yang sakit, maka akan menyita waktu seluruh anggota keluarga. Apalagi kalau yang sakit anak kecil,” jelasnya.
Oleh sebab itu, dibentuklah Pokja Sanitasi dan Tim Percepatan Pembangunan Sanitasi yang tugasnya fokus pada penyediaan sanitasi yang baik bagi masyarakat. Salah satu hasil yang sudah dapat dirasakan adalah berkurangnya daerah banjir seiring dengan pembenahan sistem drainase yang belakangan gencar dilakukan.
“Kalau akses air bersih sudah 90 persen lebih, jadi itu sudah tidak masalah lagi. Sekarang masalahnya tinggal tiga, sampah, drainase, dan limbah. Kalau semuanya sudah tune, kerugian itu bisa direduksi. Itu juga salah satu tugas daerah,” imbuhnya.
Sayangnya, masyarakat sendiri kurang mengapresiasi langkah-langkah untuk memastikan kelestarian lingkungan ini. Muhidin mengakui sulitnya mengubah kebiasaan buruk masyarakat yang sudah mendarah daging, seperti membuang sampah dan limbah ke sungai. Bahkan, sekitar 80 persen warga masih buang air besar (BAB) di sungai. Berbagai program yang ditawarkan PD PAL pun ditanggapi dingin, misalnya WC Gratis.
“Masalahnya tinggal masyarakat, saat ini sepertinya mereka masih merasa tidak perlu,” keluhnya.
Dalam mewujudkan tujuan memastikan kelestarian lingkungan misalnya, Banjarmasin masih kesulitan mencapai target pengurangan setengah dari proporsi masyarakat yang belum memiliki akses terhadap sanitasi dasar. Upaya ke arah sana setidaknya dihadang tiga persoalan besar, yakni sampah, limbah, dan drainase yang buruk. Diperkirakan baru sekitar 40 persen warga kota ini yang bisa mendapatkan pelayanan sanitasi yang baik.
“Waktu dicanangkan tahun 2006, katakanlah kalau yang kita jalankan selama ini 40 persen sudah dapat terlayani, sisanya masih 60 persen. Nah, minimal 30 persennya harus bisa diselesaikan. Tapi kalau melihat posisi sekarang, memang agak pesimis, mungkin tidak akan tercapai,” ujar Direktur Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah (PD PAL) Kota Banjarmasin, Ir H Muhidin ST.
Padahal, kerugian yang ditimbulkan akibat sanitasi yang buruk jika dinominalkan mencapai Rp 56 triliun rupiah setiap tahunnya secara nasional atau Rp154 milyar per tahun untuk skala Banjarmasin saja.
“Kerugian itu karena penyakit akibat sanitasi buruk yang berdampak pada produktivitas kerja. Orang banyak tidak sadar bahwa kalau ada satu orang saja dalam keluarga yang sakit, maka akan menyita waktu seluruh anggota keluarga. Apalagi kalau yang sakit anak kecil,” jelasnya.
Oleh sebab itu, dibentuklah Pokja Sanitasi dan Tim Percepatan Pembangunan Sanitasi yang tugasnya fokus pada penyediaan sanitasi yang baik bagi masyarakat. Salah satu hasil yang sudah dapat dirasakan adalah berkurangnya daerah banjir seiring dengan pembenahan sistem drainase yang belakangan gencar dilakukan.
“Kalau akses air bersih sudah 90 persen lebih, jadi itu sudah tidak masalah lagi. Sekarang masalahnya tinggal tiga, sampah, drainase, dan limbah. Kalau semuanya sudah tune, kerugian itu bisa direduksi. Itu juga salah satu tugas daerah,” imbuhnya.
Sayangnya, masyarakat sendiri kurang mengapresiasi langkah-langkah untuk memastikan kelestarian lingkungan ini. Muhidin mengakui sulitnya mengubah kebiasaan buruk masyarakat yang sudah mendarah daging, seperti membuang sampah dan limbah ke sungai. Bahkan, sekitar 80 persen warga masih buang air besar (BAB) di sungai. Berbagai program yang ditawarkan PD PAL pun ditanggapi dingin, misalnya WC Gratis.
“Masalahnya tinggal masyarakat, saat ini sepertinya mereka masih merasa tidak perlu,” keluhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar