A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Minggu, 25 Juli 2010

Dari Perjalanan Pansus Raperda Pengelolaan PJU (1)

Baru Sebulan Bangun Dari “Koma” Akibat Krisis Listrik

Pada tanggal 21-25 Juli 2010 lalu, Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengelolaan Penerangan Jalan Umum (PJU) DPRD Kota Banjarmasin melakukan kunjungan kerja ke tiga daerah, yakni kota Palu Sulawesi Tengah serta Surabaya dan Pasuruan Jawa Timur. Berikut Laporannya.

Perjalanan yang panjang dan melelahkan. Ibukota provinsi Sulawesi Tengah, Palu, menjadi tujuan pertama. Setelah menempuh rute yang berliku selama kurang lebih enam jam, Banjarmasin-Surabaya-Makassar-Palu, rombongan yang terdiri dari 20 orang akhirnya mendarat di Bandara Mutiara Palu Rabu (21/7) pukul 23.30 waktu setempat.

Dikelilingi sungai, teluk, gunung, dan bukit, daerah seluas 395,06 kilometer persegi ini cuacanya cukup panas, sepanas berita soal ditemukannya tambang emas di tengah kota yang membuat sekitar 8 ribu pendatang berbondong-bondong hijrah ke Palu dalam setahun.

“Tapi dari waktu ke waktu Palu begini-begini saja, lambat berkembang bahkan dibanding kota-kota yang baru dimekarkan,” celetuk sopir yang membawa rombongan menuju ke kantor walikota Palu, keesokan harinya (22/7).

Pukul 10.15, rombongan tiba di kantor walikota Palu untuk melakukan pertemuan dengan Pemerintah Kota Palu dan disambut oleh Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan (Ekobang) Sekretariat Daerah Kota Palu, Darmawangsyah, Kepala Seksi Pengembangan PJU dan Taman Dinas Kebersihan, M Fadel, dan Sekretaris Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Bambang beserta jajarannya. Walikota Palu sendiri, Rudi Mastura yang kembali mencalonkan diri pada pemilihan walikota yang bakal digelar 4 Agustus mendatang, sedang cuti kampanye.

Menarik mengetahui bahwa Palu baru saja sembuh dari ‘koma’ akibat krisis listrik sekitar sebulan lalu. Berbagai upaya yang dilakukan Pemkot Palu untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerahnya antara lain dengan menyewa genset dan mencari investor untuk membangun PLTU.

“Itu pun perjuangannya tidak mudah, beberapa tahun baru bisa,” ujar Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan (Ekobang) Sekretariat Daerah Kota Palu, Darmawangsyah.

Sementara itu, ketika listrik di kota Palu masih sekarat, masyarakat sering mengeluhkan soal penerangan jalan umum (PJU) yang tidak berfungsi, padahal mereka membayar pajaknya. Di lain pihak, rekening PJU yang harus dibayar Pemkot Palu kepada PLN mencapai Rp 700-800 juta per bulan.

“Kami lalu melakukan validasi PJU guna mengetahui berapa yang seharusnya dibayar dan kami presentasikan hasilnya kepada PLN,” tutur Kepala Seksi Pengembangan PJU dan Taman Dinas Kebersihan, M Fadel.

Karena wilayah yang cukup luas, validasi difokuskan di Kecamatan Palu Barat. Hasilnya, jika rekening yang harus dibayar berdasarkan perhitungan PLN mencapai Rp 337 juta per bulannya, maka setelah dilakukan validasi ternyata yang semestinya dibayar pemkot hanya Rp 97.761.000.

Kini, Pemkot Palu juga tengah menyiapkan perda pengelolaan PJU. Meski demikian, telah ada kebijakan tersendiri terkait pengaturan PJU agar penggunaannya efektif dan efisien, misalnya soal watt dan jenis lampu. (bersambung)

3 komentar:

dldm mengatakan...

Sebenarnya miris melihat kondisi daerah yang harus menanggung biaya listrik yang tidak sedikit, sedangkan warga memang benar-benar membutuhkan sekali.
Mungkin yang bisa dilakukan untuk menghemat biaya listrik oleh pemerintah daerah adalah dengan menggunakan Penerangan Jalan Umum yang memakai tenaga matahari.

PLTS PJU ( Penerangan Jalan Umum) merupakan penerapan dari sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya ( PLTS) sangat sangat Mudah, Murah, dan Cepat jika dilihat dari sisi Pemasangan. PLTS PJU adalah salah satu Alternatif Sumber Penerangan Jalan yang perlu di pertimbangkan. PLTS PJU ini bisa di gunakan dimana saja misalnya : Jalan Provinsi, Jalan Tol, Jembatan Penyeberangan, Penerangan Jalan di Lingkungan Pabrik, Jalan Utama di Kompleks Perumahan, Jalan raya umum Kabupaten, Jalan masuk pedesaan terpencil atau kampung, Penerangan Kawasan Wisata, dll. Kelebihan dari PLTS PJU adalah :
1. Mudah Dipasang ( tanpa kabel Instalasi Jaringan, Tanpa Meteran, Waktu Pemasangan Cepat )
2. Praktis dan Langsung Menyala.
3. Biaya Perawatan hanya Batere saja ( umur baterai 2 - 5 th )
4. Tidak menggunakan Arus AC sehingga tidak akan membahayakan lingkungan ( tidak ada istilah tersengat Listrik )
5. Biaya satu tiang hampir sama dengan rata2 harga pemasangan tiang PJU dari PLN.
6. Tanpa ada biaya beban listrik PLN setiap bulan.
7. Tersedia Dalam daya ( 20 W, 30 W, 40 W, 50W ) setara dengan Lampu mercury 100 W - 500 W

Informasi tentang PLTS PJU silahkan Hub :
PT. Diarta Lumbung Dunia Management
Jl. Simpang LA. Sucipto Pandanwangi park kav01. Blimbing - Malang
Telp. (0341) 411 456
Fax : (0341) 411 457
Website : www.dldm.net; dldm.indonetwork.co.id
email : dldmanagement@gmail.com

admin mengatakan...

wah, ngiklan ternyata haha..
but nice idea. akan sy coba usulkan ke kepala dinas terkait.
thanks infonya :)

admin mengatakan...

Hmm, ternyata aplikasi PLTS PJU ga sesimpel penjelasan anda, penerapannya di Banjarmasin masih menemui banyak kendala.

Saya bikin berita lagi soal aplikasi teknologi ini di Banjarmasin dengan narasumber dari akademisi, begini nih jadinya...

Meski teknologi solar cell atau pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) mulai populer belakangan ini, namun penerapannya di Banjarmasin masih menemui banyak kendala.
Akademisi Politeknik Negeri Banjarmasin, Zainal Abidin SST MT mengatakan bahwa sebenarnya PLTS bisa menjadi salah satu solusi di tengah krisis listrik yang terjadi di daerah ini, misalnya untuk menyalakan penerangan jalan umum (PJU) yang sebagian tidak berfungsi secara maksimal akibat keterbatasan suplai listrik tadi.
“Kalau genset tidak ada solar tidak bisa jalan. Tapi kalau PLTS itu biaya energinya murah, asal ada matahari sudah bisa jalan,” ujarnya.
Namun, ia menilai saat ini Banjarmasin belum siap untuk menggunakan PLTS itu sendiri. Alasannya, PLTS memerlukan investasi yang sangat besar.
“Kalau sekarang untuk sebuah rumah saja mungkin sekitar Rp 1 juta dengan daya 450 watt. Nah, bayangkan kalau kita larikan ke jalan dengan rata-rata satu lampu jalan itu hampir 250-400 watt, terlalu besar,” ujarnya.
Selain pemasangan, pemeliharaannya pun juga perlu biaya besar karena lebih rumit jika dibanding jenis pembangkit yang lain.
“Dia harus mengisi batere aki karena prosesnya dari DC dijadikan AC, kalau tidak dipelihara bisa jebol dan tidak mampu menyimpan lagi. Kalau untuk PJU, akinya mungkin bisa berapa ratus meter untuk mengisi tenaga pada malam hari,” paparnya.
Di samping itu, juga dibutuhkan sumber daya manusia yang menguasai betul seluk-beluk teknologi yang ramah lingkungan ini.
“Bisa saja kita pasang PLTS buatan Cina, tapi sebulan kemudian rusak dan tidak bisa diperbaiki. Kalau listrik kan apanya putus tinggal telepon PLN. Nah, kalau PLTS rusak kemana mau melapor? Mungkin harus diswastanisasi,” imbuhnya.
Ia mencontohkan aplikasi PLTS yang telah dicobakan pada lampu lalu lintas di sejumlah ruas jalan yang pada perkembangannya ternyata juga tidak bisa beroperasi secara optimal dimana banyak yang tidak berfungsi jika listrik sedang padam. Padahal, seharusnya pada saat listrik padam, PLTS itu secara otomatis akan mengambil alih.
“Jadi, saya rasa kalau untuk penerangan jalan raya sebenarnya kalau proyeknya besar dan ada yang menangani bisa saja jalan bagus. Walau investasi besar, tapi tingkat kehandalannya mumpuni,” ucapnya.