BANJARMASIN - Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan sistem pengendalian intern membuat Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Banjarmasin tahun anggaran 2009 belum bisa dinyatakan wajar tanpa pengecualian (WTP).
Dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Kalimantan Selatan atas LKPD Kota Banjarmasin tahun anggaran 2009 yang ditunjukkan Wakil Ketua DPRD Kota Banjarmasin, Awan Subarkah STP, setidaknya ada empat catatan atas laporan keuangan yang bermasalah dan belum sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP).
“DPRD dalam waktu paling lambat dua minggu akan membahas LHP tersebut dalam rangka untuk memonitor pemkot dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang disebutkan dalam LHP. Intinya, sesuai dengan Permendagri nomor 13 thaun 2010, jika opini BPK terhadap LKPD wajar dengan pengecualian, maka DPRD harus mengawasi penyelesaian masalah yang ada dalam LHP,” ujarnya.
Adapun pengecualian kewajaran yang dimaksud BPK diantaranya terkait saldo persediaan per 31 Desember 2009 senilai Rp 5.545.677.428 yang tidak menyajikan seluruh persediaan yang dimiliki seluruh SKPD dan bukan berdasarkan hasil inventarisasi fisik.
Selanjutnya, saldo penyertaan modal pemerintah daerah pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) senilai Rp 166.521.073.598,72, yaitu Perusahaan Daerah (PD) Kayuh Baimbai senilai Rp 600.393.735,15, PDAM Bandarmasih senilai Rp 97.369.724.861,5, dan pada PD PAL senilai Rp 37.750.552.706.
Penyajian saldo penyertaan modal pada PD Kayuh Baimbai didasarkan pada laporan keuangan tahun 2008. Sedangkan penyajian penyertaan modal pada PDAM Bandarmasih dan PD PAL didasarkan pada laporan keuangan BUMD tahun 2009 yang belum diaudit. Saldo penyertaan modal pemkot pada PDAM Bandarmasih tersebut belum memperhitungkan setoran PDAM Bandarmasih kepada pemkot sejak tahun 1989-2009 sebesar Rp 3.342.571.000 yang belum ditetapkan statusnya. Selain itu, terdapat penyertaan modal pemkot pada PDAM Bandarmasih yang belum tercatat sampai tahun 2009, yaitu berupa bangunan dan pengadaan pipa senilai Rp 91.577.644.329.
Berikutnya, saldo aset tetap per 31 Desember 2009 senilai Rp 1.396.123.941 tidak didukung dengan laporan barang tahunan dari seluruh SKPD sehingga Laporan Barang Milik Daerah (LBMD) sebagai bahan untuk menyusun neraca tidak dapat disusun.
Terakhir, ketidaksesuaian antara klasifikasi dan realisasi penggunaan belanja barang, belanja bantuan sosial (bansos), dan belanja modal tahun anggaran 2009, misalnya santunan kepada pegawai sebesar Rp 209.300.000 yang seharusnya diklasifikasikan sebagai belanja bansos, dimasukkan dalam pos belanja barang.
“Nah, menurut pendapat BPK RI, kecuali untuk empat hal ini, laporan keuangan pemkot menyajikan secara wajar. Dalam semua hal yang material, posisi keuangan pemkot per 31 Desember 2009, realisasi anggaran dan arus kas telah sesuai dengan SAP,” kata Awan.
Ia menambahkan, sejauh ini LKPD Kota Banjarmasin memang belum pernah mendapat opini WTP dari BPK. Di Indonesia sendiri tak banyak daerah yang berhasil mendapat predikat tersebut yang setidaknya menunjukkan bahwa kebanyakan pemda memang belum mampu membuat laporan keuangan yang sesuai dengan SAP.
Dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Kalimantan Selatan atas LKPD Kota Banjarmasin tahun anggaran 2009 yang ditunjukkan Wakil Ketua DPRD Kota Banjarmasin, Awan Subarkah STP, setidaknya ada empat catatan atas laporan keuangan yang bermasalah dan belum sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP).
“DPRD dalam waktu paling lambat dua minggu akan membahas LHP tersebut dalam rangka untuk memonitor pemkot dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang disebutkan dalam LHP. Intinya, sesuai dengan Permendagri nomor 13 thaun 2010, jika opini BPK terhadap LKPD wajar dengan pengecualian, maka DPRD harus mengawasi penyelesaian masalah yang ada dalam LHP,” ujarnya.
Adapun pengecualian kewajaran yang dimaksud BPK diantaranya terkait saldo persediaan per 31 Desember 2009 senilai Rp 5.545.677.428 yang tidak menyajikan seluruh persediaan yang dimiliki seluruh SKPD dan bukan berdasarkan hasil inventarisasi fisik.
Selanjutnya, saldo penyertaan modal pemerintah daerah pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) senilai Rp 166.521.073.598,72, yaitu Perusahaan Daerah (PD) Kayuh Baimbai senilai Rp 600.393.735,15, PDAM Bandarmasih senilai Rp 97.369.724.861,5, dan pada PD PAL senilai Rp 37.750.552.706.
Penyajian saldo penyertaan modal pada PD Kayuh Baimbai didasarkan pada laporan keuangan tahun 2008. Sedangkan penyajian penyertaan modal pada PDAM Bandarmasih dan PD PAL didasarkan pada laporan keuangan BUMD tahun 2009 yang belum diaudit. Saldo penyertaan modal pemkot pada PDAM Bandarmasih tersebut belum memperhitungkan setoran PDAM Bandarmasih kepada pemkot sejak tahun 1989-2009 sebesar Rp 3.342.571.000 yang belum ditetapkan statusnya. Selain itu, terdapat penyertaan modal pemkot pada PDAM Bandarmasih yang belum tercatat sampai tahun 2009, yaitu berupa bangunan dan pengadaan pipa senilai Rp 91.577.644.329.
Berikutnya, saldo aset tetap per 31 Desember 2009 senilai Rp 1.396.123.941 tidak didukung dengan laporan barang tahunan dari seluruh SKPD sehingga Laporan Barang Milik Daerah (LBMD) sebagai bahan untuk menyusun neraca tidak dapat disusun.
Terakhir, ketidaksesuaian antara klasifikasi dan realisasi penggunaan belanja barang, belanja bantuan sosial (bansos), dan belanja modal tahun anggaran 2009, misalnya santunan kepada pegawai sebesar Rp 209.300.000 yang seharusnya diklasifikasikan sebagai belanja bansos, dimasukkan dalam pos belanja barang.
“Nah, menurut pendapat BPK RI, kecuali untuk empat hal ini, laporan keuangan pemkot menyajikan secara wajar. Dalam semua hal yang material, posisi keuangan pemkot per 31 Desember 2009, realisasi anggaran dan arus kas telah sesuai dengan SAP,” kata Awan.
Ia menambahkan, sejauh ini LKPD Kota Banjarmasin memang belum pernah mendapat opini WTP dari BPK. Di Indonesia sendiri tak banyak daerah yang berhasil mendapat predikat tersebut yang setidaknya menunjukkan bahwa kebanyakan pemda memang belum mampu membuat laporan keuangan yang sesuai dengan SAP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar