BANJARMASIN – Tidak ada alasan bagi Pemerintah Kota Banjarmasin untuk tidak melakukan audit terhadap Perusahaan Daerah (PD) Kayuh Baimbai yang terus mengalami kerugian akibat pengelolaannya yang kurang profesional. Dalih kesulitan keuangan yang membelit sehingga menyebabkan manajemen tak mampu membiayai pelaksanaan audit juga tak cukup kuat karena audit bisa dilakukan oleh pemkot sendiri melalui Inspektorat Wilayah Kota Banjarmasin yang salah satu tugasnya adalah melakukan monitoring, evaluasi, dan audit terhadap penyelenggaraan urusan keuangan daerah.
Pendapat ini dikemukakan oleh Kepala Bidang Akuntabilitas Pemerintah Daerah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalsel, Dikdik Sadikin.
“Mengenai audit saya kira tidak ada alasan untuk tidak dilakukan dengan alasan dananya tidak tersedia. Karena setiap pemda pasti punya satuan kerja yang tugasnya melakukan pengawasan, yaitu inspektorat. Masa di pemda ada kebutuhan untuk melakukan audit tapi tidak ada sarana prasarananya dan dibiarkan pengawasan tanpa kendali dan tanpa dianggarkan dana untuk itu. Kan aneh,” katanya.
Dosen di lingkungan magister administrasi publik FISIP Unlam ini juga mengatakan bahwa ada kecenderungan badan usaha milik daerah (BUMD) hanya menjadi ‘sapi perah’ pemerintah daerah sendiri dan kroni-kroninya karena sejatinya habitat sebuah perusahaan memang bukan di birokrasi, tapi di dunia pasar dengan iklim persaingan bebas sehingga tidak mungkin dijadikan ‘sapi perah’. Akibatnya, sebuah BUMD bisa saja merugi, tapi kantong para direksinya makmur.
“Artinya, perlu pengawasan di situ karena kecenderungannya memang BUMD itu jadi sapi perahan karena banyak komisaris yang ditempatkan di sana dari pejabat pemda sendiri yang tidak jelas kinerjanya,” imbuhnya.
Dijelaskannya, kalau terkait kerugian maka harus dilakukan audit operasional sehingga akan terlihat apa sebenarnya yang menjadi penyebab kerugian. Jika dalam audit operasional ditemukan hal-hal yang menyimpang, maka bisa dikembangkan menjadi audit investigasi.
Audit, terangnya, dilakukan secara bertahap. Ada general audit yang lebih kepada treatment akuntansinya, ini yang biasanya dilakukan oleh BPK dan menghasilkan opini. Kemudian ada audit operasional yang meliputi tiga E, yaitu efisiensi, efektifitas, dan ekonomis. Lalu yang lebih khusus lagi adalah audit investigasi yang tertuju pada satu kasus dan mendalam serta disertai dengan berita acara pemeriksaan (BAP) dan cenderung kepada penyelidikan dan penyidikan oleh kejaksaan.
“Nah, Inspektorat Wilayah itu kan salah satu tugasnya adalah mengaudit, khususnya audit operasional. Mereka punya mekanismenya sendiri dan dananya disediakan untuk itu. Mungkin audit yang mereka lakukan sudah terjadwal, tapi bisa saja pada waktu-waktu tertentu mereka melakukan audit investigasi,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Banjarmasin Awan Subarkah STP menyarankan agar pemkot melakukan audit on call (pesanan) kepada BPK atau BPKP sehingga tidak perlu mengeluarkan dana karena dari BPK maupun BPKP sudah memiliki anggaran sendiri.
“Kita hanya minta PD Kayuh Baimbai diaudit, tapi kita tidak mengintervensi siapa lembaga yang akan mengaudit karena dalam hal ini pemkot yang berkepentingan terhadap aset-asetnya,” ujarnya.
Sekadar mengingatkan, dalam penyampaian rekomendasi terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Walikota Banjarmasin tahun anggaran 2009 akhir April lalu, DPRD Kota Banjarmasin menginginkan agar dilakukan audit terhadap PD Kayuh Baimbai karena antara pendapatan dengan biaya operasionalnya tidak seimbang. Apabila hasil audit tidak layak dipertahankan, maka perusahaan yang ditengarai sudah tidak sehat itu direkomendasikan untuk dibubarkan saja.
Pendapat ini dikemukakan oleh Kepala Bidang Akuntabilitas Pemerintah Daerah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalsel, Dikdik Sadikin.
“Mengenai audit saya kira tidak ada alasan untuk tidak dilakukan dengan alasan dananya tidak tersedia. Karena setiap pemda pasti punya satuan kerja yang tugasnya melakukan pengawasan, yaitu inspektorat. Masa di pemda ada kebutuhan untuk melakukan audit tapi tidak ada sarana prasarananya dan dibiarkan pengawasan tanpa kendali dan tanpa dianggarkan dana untuk itu. Kan aneh,” katanya.
Dosen di lingkungan magister administrasi publik FISIP Unlam ini juga mengatakan bahwa ada kecenderungan badan usaha milik daerah (BUMD) hanya menjadi ‘sapi perah’ pemerintah daerah sendiri dan kroni-kroninya karena sejatinya habitat sebuah perusahaan memang bukan di birokrasi, tapi di dunia pasar dengan iklim persaingan bebas sehingga tidak mungkin dijadikan ‘sapi perah’. Akibatnya, sebuah BUMD bisa saja merugi, tapi kantong para direksinya makmur.
“Artinya, perlu pengawasan di situ karena kecenderungannya memang BUMD itu jadi sapi perahan karena banyak komisaris yang ditempatkan di sana dari pejabat pemda sendiri yang tidak jelas kinerjanya,” imbuhnya.
Dijelaskannya, kalau terkait kerugian maka harus dilakukan audit operasional sehingga akan terlihat apa sebenarnya yang menjadi penyebab kerugian. Jika dalam audit operasional ditemukan hal-hal yang menyimpang, maka bisa dikembangkan menjadi audit investigasi.
Audit, terangnya, dilakukan secara bertahap. Ada general audit yang lebih kepada treatment akuntansinya, ini yang biasanya dilakukan oleh BPK dan menghasilkan opini. Kemudian ada audit operasional yang meliputi tiga E, yaitu efisiensi, efektifitas, dan ekonomis. Lalu yang lebih khusus lagi adalah audit investigasi yang tertuju pada satu kasus dan mendalam serta disertai dengan berita acara pemeriksaan (BAP) dan cenderung kepada penyelidikan dan penyidikan oleh kejaksaan.
“Nah, Inspektorat Wilayah itu kan salah satu tugasnya adalah mengaudit, khususnya audit operasional. Mereka punya mekanismenya sendiri dan dananya disediakan untuk itu. Mungkin audit yang mereka lakukan sudah terjadwal, tapi bisa saja pada waktu-waktu tertentu mereka melakukan audit investigasi,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Banjarmasin Awan Subarkah STP menyarankan agar pemkot melakukan audit on call (pesanan) kepada BPK atau BPKP sehingga tidak perlu mengeluarkan dana karena dari BPK maupun BPKP sudah memiliki anggaran sendiri.
“Kita hanya minta PD Kayuh Baimbai diaudit, tapi kita tidak mengintervensi siapa lembaga yang akan mengaudit karena dalam hal ini pemkot yang berkepentingan terhadap aset-asetnya,” ujarnya.
Sekadar mengingatkan, dalam penyampaian rekomendasi terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Walikota Banjarmasin tahun anggaran 2009 akhir April lalu, DPRD Kota Banjarmasin menginginkan agar dilakukan audit terhadap PD Kayuh Baimbai karena antara pendapatan dengan biaya operasionalnya tidak seimbang. Apabila hasil audit tidak layak dipertahankan, maka perusahaan yang ditengarai sudah tidak sehat itu direkomendasikan untuk dibubarkan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar