Terkait Pengawasan Perda
BANJARMASIN – Badan Legislasi (Banleg) DPRD Kota Banjarmasin akan menggelar rapat koordinasi dengan Bagian Hukum Sekretriat Daerah Kota Banjarmasin dalam waktu dekat untuk mengevaluasi seluruh peraturan daerah (perda) yang telah ditelurkan sejak anggota DPRD Kota Banjarmasin periode 2009 – 2014 dilantik kurang lebih setahun lalu, seperti perda tentang nama-nama jalan, baca tulis Alquran, izin pengelolaan limbah cair, penggunaan ruang milik jalan, rusun, pembinaan gelandangan dan pengemis (gepeng), dan sebagainya.
BANJARMASIN – Badan Legislasi (Banleg) DPRD Kota Banjarmasin akan menggelar rapat koordinasi dengan Bagian Hukum Sekretriat Daerah Kota Banjarmasin dalam waktu dekat untuk mengevaluasi seluruh peraturan daerah (perda) yang telah ditelurkan sejak anggota DPRD Kota Banjarmasin periode 2009 – 2014 dilantik kurang lebih setahun lalu, seperti perda tentang nama-nama jalan, baca tulis Alquran, izin pengelolaan limbah cair, penggunaan ruang milik jalan, rusun, pembinaan gelandangan dan pengemis (gepeng), dan sebagainya.
Evaluasi dilakukan guna mengetahui tindaklanjut dari pihak eksekutif terhadap perda-perda tersebut dan bagaimana penerapannya setelah disahkan. Setidaknya ada dua hal yang menjadi sorotan, yakni kurangnya sosialisasi dan banyaknya perda yang belum diikuti dengan peraturan walikota (perwali) sebagai panduan teknis pelaksanaannya di lapangan.
“Kami ingin menginventarisir perwali-perwali yang ada dan perda-perda yang sudah disahkan apakah sudah dijalankan atau belum. Maka dalam waktu dekat kami akan rapat dengan bagian hukum untuk menindaklanjuti itu Jangan sampai nanti produk hukumnya sudah bagus, tapi eksekutif menjalankannya tidak bagus. Dewan sudah memproduksi perda cukup banyak, tapi ternyata tidak bisa diimbangi oleh eksekutif, itu yang akan jadi kajian evaluasi kita,” ujar Ketua Banleg DPRD Kota Banjarmasin, M Dafik As’ad SE MM.
Sejatinya, lanjutnya, fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan perda dan peraturan pelaksanaannya terletak di komisi-komisi yang sesuai dengan bidang kerjanya. Dalam melakukan tugasnya, komisi dapat mengadakan rapat dengar pendapat dengan instansi yang bertugas menjalankan perda tersebut. Namun, fungsi pengawasan ini nampaknya tidak berjalan dengan baik sehingga Banleg harus turun tangan.
“Kalau Banleg sebenarnya tidak berwenang sampai ke pengawasan, kecuali kalau menurut komisi perda tersebut perlu direvisi, banleg bisa membantu,” imbuhnya.
Ditambahkannya, seharusnya komisi lebih aktif melakukan pengawasan setelah suatu perda disahkan sehingga dapat diketahui efektifitasnya di lapangan. Jika terdapat kendala, maka bisa dicarikan solusinya sehingga perda yang telah dibuat tidak mubazir. Apalagi, biaya pembuatan perda tidaklah murah. Untuk penyusunan draft-nya saja rata-rata menelan anggaran Rp 150 juta, belum lagi untuk studi banding ke luar daerah.
“Jadi, komisi sebenarnya yang harus aktif karena kalau perda sudah disahkan, maka yang mengawasi adalah komisi. Apakah kendalanya pada pasal-pasal yang dianggap mempersulit atau kendala teknis dan pendanaan, evaluasi-evaluasi itu di tingkat komisi. Kalau melanggar undang-undang di atasnya, bisa direvisi. Kalau masalah teknis saja tidak perlu direvisi. Kan segala sesuatu harus dijalankan dulu baru tahu apa masalahnya,” katanya.
“Kami ingin menginventarisir perwali-perwali yang ada dan perda-perda yang sudah disahkan apakah sudah dijalankan atau belum. Maka dalam waktu dekat kami akan rapat dengan bagian hukum untuk menindaklanjuti itu Jangan sampai nanti produk hukumnya sudah bagus, tapi eksekutif menjalankannya tidak bagus. Dewan sudah memproduksi perda cukup banyak, tapi ternyata tidak bisa diimbangi oleh eksekutif, itu yang akan jadi kajian evaluasi kita,” ujar Ketua Banleg DPRD Kota Banjarmasin, M Dafik As’ad SE MM.
Sejatinya, lanjutnya, fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan perda dan peraturan pelaksanaannya terletak di komisi-komisi yang sesuai dengan bidang kerjanya. Dalam melakukan tugasnya, komisi dapat mengadakan rapat dengar pendapat dengan instansi yang bertugas menjalankan perda tersebut. Namun, fungsi pengawasan ini nampaknya tidak berjalan dengan baik sehingga Banleg harus turun tangan.
“Kalau Banleg sebenarnya tidak berwenang sampai ke pengawasan, kecuali kalau menurut komisi perda tersebut perlu direvisi, banleg bisa membantu,” imbuhnya.
Ditambahkannya, seharusnya komisi lebih aktif melakukan pengawasan setelah suatu perda disahkan sehingga dapat diketahui efektifitasnya di lapangan. Jika terdapat kendala, maka bisa dicarikan solusinya sehingga perda yang telah dibuat tidak mubazir. Apalagi, biaya pembuatan perda tidaklah murah. Untuk penyusunan draft-nya saja rata-rata menelan anggaran Rp 150 juta, belum lagi untuk studi banding ke luar daerah.
“Jadi, komisi sebenarnya yang harus aktif karena kalau perda sudah disahkan, maka yang mengawasi adalah komisi. Apakah kendalanya pada pasal-pasal yang dianggap mempersulit atau kendala teknis dan pendanaan, evaluasi-evaluasi itu di tingkat komisi. Kalau melanggar undang-undang di atasnya, bisa direvisi. Kalau masalah teknis saja tidak perlu direvisi. Kan segala sesuatu harus dijalankan dulu baru tahu apa masalahnya,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar