Terkait Hasil Pemeriksaan BPK atas LKPD Kota Banjarmasin TA 2009
BANJARMASIN – Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Kalsel atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Banjarmasin Tahun Anggaran 2009 seyogyanya direspon secara serius oleh Pemerintah Kota Banjarmasin.
Terlebih opini yang dihasilkan dari proses pemeriksaan BPK atas kondisi keuangan pemkot tersebut berhasil menemukan sejumlah potensi kerugian negara. Meski hanya bersifat kesalahan administratif seperti penyertaan modal yang tidak tercatat atau membebankan suatu pengeluaran pada pos yang tidak seharusnya, namun jika tidak diselesaikan bisa berimplikasi pada masalah hukum.
Kepala Bidang Akuntabilitas Pemerintah Daerah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Kalsel, Dikdik Sadikin mengatakan jika kesalahan yang sama terus-menerus terulang, tentu penyebabnya bukan semata-mata human error, tapi komitmen walikota sebagai pimpinanlah yang harus dipertanyakan.
“Adakah perhatian pimpinan kepada temuan-temuan BPK tersebut? Harusnya ada action plan. Semua temuan BPK itu diidentifikasi, dicari penyebabnya, dan ditemukan pemecahan masalahnya. Kemudian ditentukan siapa yg bertanggungjawab dan bagaimana menjalankannya, dijadwalkan waktunya, dan dianggarkan biayanya. Selanjutnya, tentu tiap kasus berbeda-beda penanganannya. Masalah aset memang krusial, karena nilai aset dalam neracabisa mencapai 80 persen dari nilai neraca. Mustahil pemda bisa WTP (Wajar Tanpa Pengecualian, red) kalau asetnya belum beres,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, pemda harus menginventarisir semua asetnya, kejelasan kepemilikannya (sertifikat), mencatat, menilai,dan memasukkannya dalam aplikasi yang dapat terus memonitor mutasi aset yang terjadi. Penting pula dibuat standar operasional prosedur (SOP) oleh kepala daerah dalam penanganan aset, yakni bagaimana pencatatan bila ada penambahan dari pengadaan aset, mutasi aset, penghapusan, dan sebagainya supaya ada keseragaman perlakukan pencatatan dan kejelasan penanggungjawab, sehingga fisik dan nilai aset dapat termonitor dari waktu ke waktu.
“Penyertaan modal yang tidak dicatat adalah kelalaian. Tapi penting ditilik dulu, mengapa sampai tidak dicatat? Jangan-jangan bukan sekadar kelalaian. Adakah pihak-pihak yang diuntungkan dengan tidak dicatat itu? Apa dampak seriusnya kepada keuangan pemda dan pelayanan publik dan seterusnya. Kesalahan pembebanan santunan pegawai merupakan masalah akuntansi yang sebenarnya bisa dilakukan koreksi. Tetapi lebih penting lagi adalah meningkatkan pegawai pengelola atau penyusun laporan keuangan dalam hal akuntansinya, dan belajar dari kesalahan yang telah diperbuatnya, sehingga tidak berulang dari tahun ke tahun,” tuturnya.
Dengan cara inilah, katanya lagi, maka opini WTP bisa diraih dimana BPK akan melihat laporan keuangan entitas yang diperiksa menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
BANJARMASIN – Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Kalsel atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Banjarmasin Tahun Anggaran 2009 seyogyanya direspon secara serius oleh Pemerintah Kota Banjarmasin.
Terlebih opini yang dihasilkan dari proses pemeriksaan BPK atas kondisi keuangan pemkot tersebut berhasil menemukan sejumlah potensi kerugian negara. Meski hanya bersifat kesalahan administratif seperti penyertaan modal yang tidak tercatat atau membebankan suatu pengeluaran pada pos yang tidak seharusnya, namun jika tidak diselesaikan bisa berimplikasi pada masalah hukum.
Kepala Bidang Akuntabilitas Pemerintah Daerah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Kalsel, Dikdik Sadikin mengatakan jika kesalahan yang sama terus-menerus terulang, tentu penyebabnya bukan semata-mata human error, tapi komitmen walikota sebagai pimpinanlah yang harus dipertanyakan.
“Adakah perhatian pimpinan kepada temuan-temuan BPK tersebut? Harusnya ada action plan. Semua temuan BPK itu diidentifikasi, dicari penyebabnya, dan ditemukan pemecahan masalahnya. Kemudian ditentukan siapa yg bertanggungjawab dan bagaimana menjalankannya, dijadwalkan waktunya, dan dianggarkan biayanya. Selanjutnya, tentu tiap kasus berbeda-beda penanganannya. Masalah aset memang krusial, karena nilai aset dalam neracabisa mencapai 80 persen dari nilai neraca. Mustahil pemda bisa WTP (Wajar Tanpa Pengecualian, red) kalau asetnya belum beres,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, pemda harus menginventarisir semua asetnya, kejelasan kepemilikannya (sertifikat), mencatat, menilai,dan memasukkannya dalam aplikasi yang dapat terus memonitor mutasi aset yang terjadi. Penting pula dibuat standar operasional prosedur (SOP) oleh kepala daerah dalam penanganan aset, yakni bagaimana pencatatan bila ada penambahan dari pengadaan aset, mutasi aset, penghapusan, dan sebagainya supaya ada keseragaman perlakukan pencatatan dan kejelasan penanggungjawab, sehingga fisik dan nilai aset dapat termonitor dari waktu ke waktu.
“Penyertaan modal yang tidak dicatat adalah kelalaian. Tapi penting ditilik dulu, mengapa sampai tidak dicatat? Jangan-jangan bukan sekadar kelalaian. Adakah pihak-pihak yang diuntungkan dengan tidak dicatat itu? Apa dampak seriusnya kepada keuangan pemda dan pelayanan publik dan seterusnya. Kesalahan pembebanan santunan pegawai merupakan masalah akuntansi yang sebenarnya bisa dilakukan koreksi. Tetapi lebih penting lagi adalah meningkatkan pegawai pengelola atau penyusun laporan keuangan dalam hal akuntansinya, dan belajar dari kesalahan yang telah diperbuatnya, sehingga tidak berulang dari tahun ke tahun,” tuturnya.
Dengan cara inilah, katanya lagi, maka opini WTP bisa diraih dimana BPK akan melihat laporan keuangan entitas yang diperiksa menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar