BANJARMASIN – Berkendara dalam suasana gelap-gelapan pada malam hari sudah biasa dilakoni masyarakat di daerah ini. Pasalnya, banyak fasilitas penerangan jalan umum (PJU) yang tidak berfungsi dan seolah-olah hanya sebagai pajangan untuk mempermanis pemandangan saja. Padahal, setiap bulan, masyarakat dibebani kewajiban untuk membayar pajak penerangan jalan (PPJ) kepada PLN.
Dari keterangan Kepala Dinas Tata Kota dan Perumahan Kota Banjarmasin, Drs H Hamdi, besarnya tagihan rekening PJU yang harus dibayar Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin kepada PLN mencapai Rp 800 juta sampai Rp 900 juta per bulannya. Dari jumlah itu, sekitar Rp 300 juta merupakan hasil perhitungan dari PJU bermeter, sedangkan sisanya dari PJU yang tidak bermeter.
"Untuk satu lampu, biayanya dihitung berdasarkan ketentuan waktu menyala 12 jam dikali 30 hari. Padahal, belum tentu lampunya menyala selama itu," ujarnya.
Hal ini jelas sangat tidak adil bagi masyarakat karena antara kewajiban mereka membayar pajak dengan hak untuk mendapatkan pelayanan PJU tidak seimbang. Inilah yang melatarbelakangi pemkot mengajukan inisiatif Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengaturan PJU.
“Tagihan dari PLN kan selama ini hanya berdasarkan taksiran saja sehingga yang dibayar lebih besar dari yang seharusnya. Selama ini juga kalau lampunya mati tetap bayar Jadi, kalau diatur akan terkontrol berapa yang harus dibayar. Kalau mati, ya tidak bayar,” kata Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda Pengaturan PJU, Arufah AR.
Adapun hal-hal yang akan diatur dalam Raperda Pengaturan PJU ini antara lain terkait meterisasi, penggunaan daya lampu yang harus disesuaikan dengan kondisi jalan, serta kewajiban pemkot untuk menyediakan sarana-prasarana PJU agar dapat dinikmati secara lebih merata oleh masyarakat. Seperti diketahui, pengadaan fasilitas PJU selama ini masih diprioritaskan untuk jalan-jalan protokol. Sedangkan di jalan-jalan lingkungan, penerangan jalan yang ada rata-rata ilegal. Hal ini pula yang berkontribusi terhadap ‘membengkaknya’ tagihan rekening PJU.
“Banyak di gang-gang kecil memakai lampu yang watt-nya besar. Padahal sebenarnya bisa memakai yang lebih kecil. Nah, dengan adanya hal-hal yang seperti itu, pemkot pun berinisiatif untuk mengatur,” imbuhnya.
Dari keterangan Kepala Dinas Tata Kota dan Perumahan Kota Banjarmasin, Drs H Hamdi, besarnya tagihan rekening PJU yang harus dibayar Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin kepada PLN mencapai Rp 800 juta sampai Rp 900 juta per bulannya. Dari jumlah itu, sekitar Rp 300 juta merupakan hasil perhitungan dari PJU bermeter, sedangkan sisanya dari PJU yang tidak bermeter.
"Untuk satu lampu, biayanya dihitung berdasarkan ketentuan waktu menyala 12 jam dikali 30 hari. Padahal, belum tentu lampunya menyala selama itu," ujarnya.
Hal ini jelas sangat tidak adil bagi masyarakat karena antara kewajiban mereka membayar pajak dengan hak untuk mendapatkan pelayanan PJU tidak seimbang. Inilah yang melatarbelakangi pemkot mengajukan inisiatif Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengaturan PJU.
“Tagihan dari PLN kan selama ini hanya berdasarkan taksiran saja sehingga yang dibayar lebih besar dari yang seharusnya. Selama ini juga kalau lampunya mati tetap bayar Jadi, kalau diatur akan terkontrol berapa yang harus dibayar. Kalau mati, ya tidak bayar,” kata Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda Pengaturan PJU, Arufah AR.
Adapun hal-hal yang akan diatur dalam Raperda Pengaturan PJU ini antara lain terkait meterisasi, penggunaan daya lampu yang harus disesuaikan dengan kondisi jalan, serta kewajiban pemkot untuk menyediakan sarana-prasarana PJU agar dapat dinikmati secara lebih merata oleh masyarakat. Seperti diketahui, pengadaan fasilitas PJU selama ini masih diprioritaskan untuk jalan-jalan protokol. Sedangkan di jalan-jalan lingkungan, penerangan jalan yang ada rata-rata ilegal. Hal ini pula yang berkontribusi terhadap ‘membengkaknya’ tagihan rekening PJU.
“Banyak di gang-gang kecil memakai lampu yang watt-nya besar. Padahal sebenarnya bisa memakai yang lebih kecil. Nah, dengan adanya hal-hal yang seperti itu, pemkot pun berinisiatif untuk mengatur,” imbuhnya.
Ditambahkannya, dengan adanya pengaturan mengenai PJU ini, maka diharapkan pengeluaran untuk membayar rekeningnya dapat diefisienkan sehingga hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan PJU dapat terakomodir. Soalnya, pengadaan fasilitas PJU memerlukan dana yang tidak sedikit. Sedangkan selama ini, antara pendapatan dari PPJ dengan pengeluaran yang harus dilakukan baik untuk membayar tagihan rekening PJU, pemeliharaan, dan pembangungan infrastruktur PJU yang baru tidak seimbang. Adapun pendapatan PPJ rata-rata mencapai Rp 15 miliar per tahun, sedangkan pengeluarannya sekitar Rp 800 juta sampai Rp 900 juta perbulan hanya untuk membayar rekeningnya saja dan belum termasuk untuk biaya pemeliharaan dan pembangunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar