BANJARMASIN – PKL Cendana yang tergusur diperbolehkan untuk berjualan kembali di sejumlah tepi jalan yang diperkenankan sesuai dengan Peraturan Daerah nomor 19 tahun 2002 tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima.
Kepala Satpol PP Kota Banjarmasin, Nazamuddin kemarin (11/8) menegaskan bahwa pemkot tidak mungkin merekolasi para pedagang tersebut di suatu tempat khusus, terutama karena alasan keterbatasan anggaran.
“Kalau mereka tetap ingin berjualan, mereka bisa memanfaatkan ruas-ruas jalan kosong sesuai dengan Perda nomor 19 tahun 2009, dengan catatan mereka harus mengikuti peraturan seperti mulai berjualan pada pukul tiga sore dan lapaknya harus bongkar pasang,” katanya.
Dijelaskannya lebih lanjut, berdasarkan Keputusan Walikota nomor 76 tahun 2003 yang merupakan penjabaran dari Perda nomor 19 tahun 2009, telah diatur mengenai sejumlah ketentuan soal PKL, antara lain bersifat bongkar pasang atau bergerak dan luas lahan maksimal 35 meter persegi. Selain itu, para PKL juga diwajibkan untuk menjaga kebersihan dengan menyediakan bak-bak sampah.
Sedangkan sejumlah lokasi jalan yang dilarang antara lain Jl A Yani kilometer 1-6 sebelah kanan jalan arah luar kota, Jl Sutoyo sebelah kanan arah Pelabuhan Trisakti, Jl S Parman-R Suprapto kecuali sebelah kiri arah Kayu Tangi mulai dari Hotel Palm Banjarmasin, Jl Tarakan sebelah kanan arah S Parman/ di atas trotoar, Jl Perintis Kemerdekaan, Jl Kampung Melayu, Jl Merdeka dan Jl Lambung Mangkurat sampai dengan Jl Jenderal Sudirman kecuali pinggir sungai samping dermaga pariwisata, Jl Hasanudin HM kecuali sekitar bundaran, Jl Bank Rakyat dan Jl P Samudera, serta Jl KP Tendean dan Jl Gatot Subroto.
Nah, jika pedagang tidak bersedia, maka jalan keluar satu-satunya adalah menyewa lahan milik masyarakat.
“Kalau ranahnya sudah masuk tanah milik pribadi, berarti perda tersebut tidak berlaku lagi karena yang diatur dalam perda hanya persil tanah milik pemerintah. Jadi, sudah jelas terjawab, untuk relokasi khusus tidak ada,” tandasnya.
Kepala Satpol PP Kota Banjarmasin, Nazamuddin kemarin (11/8) menegaskan bahwa pemkot tidak mungkin merekolasi para pedagang tersebut di suatu tempat khusus, terutama karena alasan keterbatasan anggaran.
“Kalau mereka tetap ingin berjualan, mereka bisa memanfaatkan ruas-ruas jalan kosong sesuai dengan Perda nomor 19 tahun 2009, dengan catatan mereka harus mengikuti peraturan seperti mulai berjualan pada pukul tiga sore dan lapaknya harus bongkar pasang,” katanya.
Dijelaskannya lebih lanjut, berdasarkan Keputusan Walikota nomor 76 tahun 2003 yang merupakan penjabaran dari Perda nomor 19 tahun 2009, telah diatur mengenai sejumlah ketentuan soal PKL, antara lain bersifat bongkar pasang atau bergerak dan luas lahan maksimal 35 meter persegi. Selain itu, para PKL juga diwajibkan untuk menjaga kebersihan dengan menyediakan bak-bak sampah.
Sedangkan sejumlah lokasi jalan yang dilarang antara lain Jl A Yani kilometer 1-6 sebelah kanan jalan arah luar kota, Jl Sutoyo sebelah kanan arah Pelabuhan Trisakti, Jl S Parman-R Suprapto kecuali sebelah kiri arah Kayu Tangi mulai dari Hotel Palm Banjarmasin, Jl Tarakan sebelah kanan arah S Parman/ di atas trotoar, Jl Perintis Kemerdekaan, Jl Kampung Melayu, Jl Merdeka dan Jl Lambung Mangkurat sampai dengan Jl Jenderal Sudirman kecuali pinggir sungai samping dermaga pariwisata, Jl Hasanudin HM kecuali sekitar bundaran, Jl Bank Rakyat dan Jl P Samudera, serta Jl KP Tendean dan Jl Gatot Subroto.
Nah, jika pedagang tidak bersedia, maka jalan keluar satu-satunya adalah menyewa lahan milik masyarakat.
“Kalau ranahnya sudah masuk tanah milik pribadi, berarti perda tersebut tidak berlaku lagi karena yang diatur dalam perda hanya persil tanah milik pemerintah. Jadi, sudah jelas terjawab, untuk relokasi khusus tidak ada,” tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar