A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Senin, 16 Agustus 2010

Dispas Menyerah

Soal Tunggakan Tebusan Toko

BANJARMASIN – Pemerintah Kota Banjarmasin berencana melakukan pemutihan terhadap sisa tunggakan tebusan toko di lima pasar milik pemkot yang nilainya mencapai sekitar Rp 2,3 miliar, antara lain di Pasar Kuripan, Pasar Teluk Dalam, Pasar Gedang, Pasar Pandu, dan Pasar Telawang.

Alasannya, karena masalah ini selalu menjadi kendala dari tahun ke tahun yang menyebabkan target pendapatan asli daerah (PAD) yang dibebankan kepada Dinas Pengelolaan Pasar (Dispas) sulit tercapai.

“Kalau retribusi baik harian maupun sewa sudah hampir mendekati target. Tapi tunggakan tebusan ini yang jadi masalah. Nah, solusinya adalah mungkin dengan pemutihan bagi penebus karena kita khawatir masalah ini akan jadi bumerang bagi kita ke depannya,” ujar Kepala Dispas Kota Banjarmasin, Sukadani.

Dari penuturannya, banyak pedagang yang enggan memenuhi kewajibannya karena telah memegang sertifikat yang menyatakan kepemilikan mereka atas toko tersebut. Selain itu, di lapangan banyak ditemui toko yang tebusannya belum lunas tersebut ternyata sudah tutup. Kendala lain adalah ada pedagang yang berkilah bahwa pasar yang mereka tempati merupakan pasar inpres bantuan pemerintah pusat.

“Kita sudah melakukan upaya-upaya, tapi ini erat kaitannya dengan kebijakan masa lalu. Kita juga sudah usulkan agar tunggakan ini tetap dijadikan aset, tapi tidak dijadikan target,” katanya.

Sementara itu, menanggapi rencana pemutihan ini, anggota Komisi II DPRD Kota Banjarmasin M Dafik As’ad mempertanyakan dasar hukum dibalik kebijakan tersebut.

“Untuk ketentuan pemutihan itu, ada tidak aturan tentang itu? Kalau tidak ada, melanggar aturan. Dasar hukumnya apa? Kalau memang ada dan memenuhi syarat, boleh saja kita kaji,” ucapnya.

Sebaliknya, jika Dispas “menyerah” karena ketidakpiawaian dalam membereskan masalah tunggakan tebusan toko ini, ia mengatakan bahwa wacana pemutihan yang dilontarkan pemkot patut dipertanyakan.

“Sudah maksimalkah tugas yang dilaksanakan atau hal-hal yang dilakukan penyelesaian masalah itu? Yang dikhawatirkan kalau selama ini belum maksimal. Itu sama artinya dengan menyerah sebelum bertarung,” cetusnya.

Biasanya, lanjutnya, dalam trik penagihan hutang ada berbagai macam cara, misalnya besaran cicilan dan lamanya waktu pelunasan ditentukan sekian, atau dengan sistem pembayaran bertahap.

“Biasanya ada itu disusun untuk penyelesaian sebuah hutang piutang, jadi tidak mesti karena tidak mampu lalu menyerah. Dalam tanda kutip tidak bisa melaksanakan atau bagaimana? Kata menyerah itu justru sangat memojokkan dinas itu sendiri,” katanya.

Oleh sebab itu, ia mengimbau agar pihak-pihak terkait terlebih dahulu mengkaji pendekatan-pendekatan seperti apa yang bisa diterapkan kepada pedagang.

“Karena bagaimanapun itu tetap jadi hutang. Kalau tidak diselesaikan, efeknya nanti bisa terulang lagi. Kan tidak bisa kalau begitu terus. Jadi, perlu diaturlah bagaimana mekanisme pembayarannya, mungkin disesuaikan dengan kemampuan pedagang berapa,” ujarnya.

Tidak ada komentar: