BANJARMASIN – DPRD Kota Banjarmasin membuktikan keseriusannya dalam melakukan penelisikan aset-aset daerah yang tidak jelas rimbanya.
Setelah meminta dilakukan inventarisir terhadap aset-aset daerah yang sebelumnya tidak terekam dengan baik, kini giliran dokumen perjanjian mengenai aset-aset yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga alias dikomersilkan yang dikejar.
Ketua Komisi II DPRD Kota Banjarmasin, M Isnaini SE ,Jumat (13/8), mengatakan bahwa dari data Bagian Perlengkapan Setdako Kota Banjarmasin, sedikitnya ada dua puluh aset milik Pemerintah Kota Banjarmasin yang saat ini berada di tangan pihak ketiga, yakni eks kantor dinas Jl Hasan Basry, eks SDN Naga Sari Jl Djok Mentaya, eks kantor Dinas Perumahan Jl Dahlia, eks kantor Dinas Koperasi UKM dan Tenaga Kerja, gedung Thung Hui Tjung Hai Jl P Samudera, Hotel Victoria, pertokoan Taman Sari Jl P Samudera, pertokoan eks kantor lurah Kelayan Luar dan eks parkir BPK, Pasar Kesatrian Jl Simpang Veteran, Terminal Induk kilometer enam, Pasar Sudirapi (pasar ayam) Jl Pasar Baru, eks pemotongan sapi Jl A Yani kilometer 2, lapangan Kamboja, Pasar Sentra Antasari, eks kantor Camat Banjarmasin Selatan, eks kantor Depnaker Jl Cempaka I, eks kantor LLASDP kelurahan Pelambuan, eks kantor statistik Jl P Antasari, Pasar Malabar, serta SPBU Teluk Dalam.
“Namun, kita agak sedikit kurang puas karena hanya datanya saja disampaikan, belum dengan dokumen perjanjiannya itu sendiri,” ujarnya.
Oleh sebab itu, pihaknya pun sudah meminta kepada Bagian Perlengakapan agar arsip dokumen perjanjian aset dengan pihak ketiga secepatnya diserahkan sehingga ketika bicara aset, dewan dapat berbicara berdasarkan bukti yang kuat dan akurat.
“Kita meminta bagian perlengkapan untuk memberikan copy dokumen tentang perjanjian sehingga kita bisa memantau. Bahkan, kalau memang dalam perjanjian itu ada peluang untuk diadendum (diubah), kita akan lakukan,” cetusnya.
Pasalnya, lanjutnya, banyak di antara perjanjian kerja sama yang disepakati pemkot dengan pihak ketiga itu yang nilai kontraknya berada jauh di bawah harga pasar sehingga merugikan pemkot sendiri karena tidak sejalan dengan upaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
“Harusnya pemko jangan sampai dirugikan. Nah, kemarin SKPD juga sudah dihimbau untuk segera menyerahkan setiap perjanjian kerjasama ke Bagian Sunram (Penyusunan Program dan Kerja Sama) agar semuanya terinventarisir dengan baik,” katanya.
Selain nilai kontrak yang kecil, waktu perjanjian yang sangat panjang hingga puluhan tahun juga dianggap sangat merugikan karena ketika perlu dilakukan adendum, pemkot terkendala masa berlaku perjanjian itu sendiri.
“Seperti karaoke Nassa itu, kalau kita lihat pendapatan yang dihasilkan sangat melimpah, sedangkan pemkot sangat miskin. Kenapa terjadi? Ya, karena dulu belum ada sistem administrasi yang baik pada suatu badan khusus sehingga masing-masing SKPD melakukan perjanjian yang pada akhirnya merugikan pemerintah kota sendiri,” ucapnya.
Setelah meminta dilakukan inventarisir terhadap aset-aset daerah yang sebelumnya tidak terekam dengan baik, kini giliran dokumen perjanjian mengenai aset-aset yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga alias dikomersilkan yang dikejar.
Ketua Komisi II DPRD Kota Banjarmasin, M Isnaini SE ,Jumat (13/8), mengatakan bahwa dari data Bagian Perlengkapan Setdako Kota Banjarmasin, sedikitnya ada dua puluh aset milik Pemerintah Kota Banjarmasin yang saat ini berada di tangan pihak ketiga, yakni eks kantor dinas Jl Hasan Basry, eks SDN Naga Sari Jl Djok Mentaya, eks kantor Dinas Perumahan Jl Dahlia, eks kantor Dinas Koperasi UKM dan Tenaga Kerja, gedung Thung Hui Tjung Hai Jl P Samudera, Hotel Victoria, pertokoan Taman Sari Jl P Samudera, pertokoan eks kantor lurah Kelayan Luar dan eks parkir BPK, Pasar Kesatrian Jl Simpang Veteran, Terminal Induk kilometer enam, Pasar Sudirapi (pasar ayam) Jl Pasar Baru, eks pemotongan sapi Jl A Yani kilometer 2, lapangan Kamboja, Pasar Sentra Antasari, eks kantor Camat Banjarmasin Selatan, eks kantor Depnaker Jl Cempaka I, eks kantor LLASDP kelurahan Pelambuan, eks kantor statistik Jl P Antasari, Pasar Malabar, serta SPBU Teluk Dalam.
“Namun, kita agak sedikit kurang puas karena hanya datanya saja disampaikan, belum dengan dokumen perjanjiannya itu sendiri,” ujarnya.
Oleh sebab itu, pihaknya pun sudah meminta kepada Bagian Perlengakapan agar arsip dokumen perjanjian aset dengan pihak ketiga secepatnya diserahkan sehingga ketika bicara aset, dewan dapat berbicara berdasarkan bukti yang kuat dan akurat.
“Kita meminta bagian perlengkapan untuk memberikan copy dokumen tentang perjanjian sehingga kita bisa memantau. Bahkan, kalau memang dalam perjanjian itu ada peluang untuk diadendum (diubah), kita akan lakukan,” cetusnya.
Pasalnya, lanjutnya, banyak di antara perjanjian kerja sama yang disepakati pemkot dengan pihak ketiga itu yang nilai kontraknya berada jauh di bawah harga pasar sehingga merugikan pemkot sendiri karena tidak sejalan dengan upaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
“Harusnya pemko jangan sampai dirugikan. Nah, kemarin SKPD juga sudah dihimbau untuk segera menyerahkan setiap perjanjian kerjasama ke Bagian Sunram (Penyusunan Program dan Kerja Sama) agar semuanya terinventarisir dengan baik,” katanya.
Selain nilai kontrak yang kecil, waktu perjanjian yang sangat panjang hingga puluhan tahun juga dianggap sangat merugikan karena ketika perlu dilakukan adendum, pemkot terkendala masa berlaku perjanjian itu sendiri.
“Seperti karaoke Nassa itu, kalau kita lihat pendapatan yang dihasilkan sangat melimpah, sedangkan pemkot sangat miskin. Kenapa terjadi? Ya, karena dulu belum ada sistem administrasi yang baik pada suatu badan khusus sehingga masing-masing SKPD melakukan perjanjian yang pada akhirnya merugikan pemerintah kota sendiri,” ucapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar