BANJARMASIN – Lawatan Sejarah Nasional (Lasenas) VIII 2010 yang diselenggarakan di Kalsel, secara resmi dibuka Senin (25/10) malam di Mahligai Pancasila. Acara dihadiri oleh Wakil Gubernur Kalsel, Rudy Resnawan beserta jajaran Muspida, sejumlah pejabat Kementerian Pariwisata dan Budaya, serta lembaga dan komunitas pegiat sejarah baik di tingkat lokal maupun nasional.
Selain untuk melestarikan nilai-nilai sejarah, kegiatan ini juga dapat menjadi ajang promosi pariwisata yang efektif. Soalnya, selama kegiatan berlangsung pada tanggal 25-29 Oktober 2010, para peserta akan diajak untuk mengunjungi situs-situs sejarah yang ada di daerah yang menjadi tuan rumah di samping juga diskusi dan temu tokoh.
“Kebanyakan orang belajar sejarah hanya melalui buku-buku teks, itu kan membosankan.
Nah, lawatan ini adalah cara untuk membuat sejarah supaya bisa dinikmati seolah kita sendiri yang mengalami,” ujar Dirjen Sejarah dan Purbakala Kementerian Pariwisata dan Budaya, Aurora Tambunan.
Awal mulanya, penyelenggaraan Lasenas dilatarbelakangi oleh kondisi bangsa Indonesia yang mulai menunjukkan gejala disintegrasi sehingga dipandang perlu untuk merancang kegiatan yang mampu mempertautkan suku-suku yang ada di Indonesia.
Setelah Jawa, Sumatera, Bali, dan Sulawesi, akhirnya Kalimantan pun mendapat kesempatan untuk menjadi tuan rumah.
Sedangkan dipilihnya Kalsel untuk menyelenggarakan Lasenas VIII 2010 tidak terlepas dari adanya keterpautan antara satu simpul dengan simpul-simpul keindonesiaan dalam sejarah perjuangan Indonesia. Salah satu contoh, perjuangan Pangeran Hidayatullah dan Pangeran Antasari dalam Perang Banjar serta perjuangan tentara ALRI divisi IV untuk mempertahankan kemerdekaan dari penjajahan kolonial.
Sementara itu, Lasenas VIII 2010 diikuti oleh sedikitnya 150 peserta dari seluruh Indonesia. Selain para guru sejarah, masyarakat peduli sejarah, dan stakeholder terkait, juga terdapat 50 pelajar terbaik dari hasil seleksi oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT).
Habib Nur Rahman, siswa Kelas XII SMAN 1 Blora yang mewakili Jawa Tengah menuturkan bahwa proses seleksi berlangsung hampir setahun, mulai dari di tingkat sekolah, provinsi, hingga regional.
“Sebelum mengikuti Lasenas, kami harus membuat karya tulis. Selain itu juga ada lawatan sejarah ke berbagai tempat. Setelah lawatan, ada diskusi dimana di situ keaaktifan dalam bertanya dan beragumen juga dinilai,” ceritanya.
Ia sendiri senang bukan kepalang ketika tahu dirinya lolos seleksi setelah berhasil menyisihkan 15 siswa terbaik lainnya se-Jateng.
“Indonesia adalah negara yang multikultural sehingga dengan kegiatan ini bisa memperkokoh integrasi bangsa itu sendiri. Jadi, dengan lawatan sejarah, generasi muda akan mendapat transfer nilai-nilai sejarah,” ucapnya.
Selain untuk melestarikan nilai-nilai sejarah, kegiatan ini juga dapat menjadi ajang promosi pariwisata yang efektif. Soalnya, selama kegiatan berlangsung pada tanggal 25-29 Oktober 2010, para peserta akan diajak untuk mengunjungi situs-situs sejarah yang ada di daerah yang menjadi tuan rumah di samping juga diskusi dan temu tokoh.
“Kebanyakan orang belajar sejarah hanya melalui buku-buku teks, itu kan membosankan.
Nah, lawatan ini adalah cara untuk membuat sejarah supaya bisa dinikmati seolah kita sendiri yang mengalami,” ujar Dirjen Sejarah dan Purbakala Kementerian Pariwisata dan Budaya, Aurora Tambunan.
Awal mulanya, penyelenggaraan Lasenas dilatarbelakangi oleh kondisi bangsa Indonesia yang mulai menunjukkan gejala disintegrasi sehingga dipandang perlu untuk merancang kegiatan yang mampu mempertautkan suku-suku yang ada di Indonesia.
Setelah Jawa, Sumatera, Bali, dan Sulawesi, akhirnya Kalimantan pun mendapat kesempatan untuk menjadi tuan rumah.
Sedangkan dipilihnya Kalsel untuk menyelenggarakan Lasenas VIII 2010 tidak terlepas dari adanya keterpautan antara satu simpul dengan simpul-simpul keindonesiaan dalam sejarah perjuangan Indonesia. Salah satu contoh, perjuangan Pangeran Hidayatullah dan Pangeran Antasari dalam Perang Banjar serta perjuangan tentara ALRI divisi IV untuk mempertahankan kemerdekaan dari penjajahan kolonial.
Sementara itu, Lasenas VIII 2010 diikuti oleh sedikitnya 150 peserta dari seluruh Indonesia. Selain para guru sejarah, masyarakat peduli sejarah, dan stakeholder terkait, juga terdapat 50 pelajar terbaik dari hasil seleksi oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT).
Habib Nur Rahman, siswa Kelas XII SMAN 1 Blora yang mewakili Jawa Tengah menuturkan bahwa proses seleksi berlangsung hampir setahun, mulai dari di tingkat sekolah, provinsi, hingga regional.
“Sebelum mengikuti Lasenas, kami harus membuat karya tulis. Selain itu juga ada lawatan sejarah ke berbagai tempat. Setelah lawatan, ada diskusi dimana di situ keaaktifan dalam bertanya dan beragumen juga dinilai,” ceritanya.
Ia sendiri senang bukan kepalang ketika tahu dirinya lolos seleksi setelah berhasil menyisihkan 15 siswa terbaik lainnya se-Jateng.
“Indonesia adalah negara yang multikultural sehingga dengan kegiatan ini bisa memperkokoh integrasi bangsa itu sendiri. Jadi, dengan lawatan sejarah, generasi muda akan mendapat transfer nilai-nilai sejarah,” ucapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar