Dari Seminar Kepemudaan Uniska
BANJARMASIN – Mahasiswa zaman sekarang dituding sudah tidak memiliki sense of crisis. Tak heran, peringatan Hari Sumpah Pemuda yang digelar setiap tahunnya menjadi tak ubahnya acara seremonial belaka ketimbang dijadikan momentum untuk mengaktualisasikan peran pemuda di tengah krisis yang melanda bangsa.
Pendapat ini dikemukakan oleh Manajer Kampanye Walhi Kalsel, Dwito Frasetiandy, salah satu narasumber dalam seminar kepemudaan yang diadakan oleh BEM FISIP Uniska dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-82, Kamis (28/10).
“Saat masyarakat antre BBM, mahasiswa malah asyik pacaran, muter-muter membuang-buang bensin. Walau tidak bisa melakukan sesuatu yang besar, tapi kita bisa berbuat semampu kita, misalnya hemat bensin. Kalau itu kita miliki, kita tidak akan jadi orang yang masa bodoh dan tidak peka,” ujarnya.
Semestinya, Hari Sumpah Pemuda dijadikan momentum bagi para pemuda untuk menunjukkan sikap kritisnya terhadap apa-apa yang tidak ideal di masyarakat serta melakukan perubahan. Apalagi, Indonesia dewasa ini tengah mengalami krisis multidimensi, di antaranya di bidang politik, ekonomi, dan ekologi.
“Makanya, perlu adanya rekonstruksi dan revitalisasi terhadap gerakan mahasiswa dimana mahasiswa harus kritis, idealis, realis, dan mandiri agar gerakannya lebih bersentuhan langsung terhadap masyarakat,” tandasnya.
Sementara itu, narasumber lain dari Unsoed Purwokerto, Dr Nurtjahjo Dwi Sasongko MApp Sc juga tak luput menyoroti sikap kritis mahasiswa dewasa ini yang cenderung salah kaprah dimana sikap kritis yang ditunjukkan semata-mata karena ingin terlihat berbeda atau menonjol serta hanya bisa mencari kesalahan tanpa memberikan solusi.
BANJARMASIN – Mahasiswa zaman sekarang dituding sudah tidak memiliki sense of crisis. Tak heran, peringatan Hari Sumpah Pemuda yang digelar setiap tahunnya menjadi tak ubahnya acara seremonial belaka ketimbang dijadikan momentum untuk mengaktualisasikan peran pemuda di tengah krisis yang melanda bangsa.
Pendapat ini dikemukakan oleh Manajer Kampanye Walhi Kalsel, Dwito Frasetiandy, salah satu narasumber dalam seminar kepemudaan yang diadakan oleh BEM FISIP Uniska dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-82, Kamis (28/10).
“Saat masyarakat antre BBM, mahasiswa malah asyik pacaran, muter-muter membuang-buang bensin. Walau tidak bisa melakukan sesuatu yang besar, tapi kita bisa berbuat semampu kita, misalnya hemat bensin. Kalau itu kita miliki, kita tidak akan jadi orang yang masa bodoh dan tidak peka,” ujarnya.
Semestinya, Hari Sumpah Pemuda dijadikan momentum bagi para pemuda untuk menunjukkan sikap kritisnya terhadap apa-apa yang tidak ideal di masyarakat serta melakukan perubahan. Apalagi, Indonesia dewasa ini tengah mengalami krisis multidimensi, di antaranya di bidang politik, ekonomi, dan ekologi.
“Makanya, perlu adanya rekonstruksi dan revitalisasi terhadap gerakan mahasiswa dimana mahasiswa harus kritis, idealis, realis, dan mandiri agar gerakannya lebih bersentuhan langsung terhadap masyarakat,” tandasnya.
Sementara itu, narasumber lain dari Unsoed Purwokerto, Dr Nurtjahjo Dwi Sasongko MApp Sc juga tak luput menyoroti sikap kritis mahasiswa dewasa ini yang cenderung salah kaprah dimana sikap kritis yang ditunjukkan semata-mata karena ingin terlihat berbeda atau menonjol serta hanya bisa mencari kesalahan tanpa memberikan solusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar