A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Kamis, 17 Maret 2011

Turun Gara-gara Ulah Spekulan

BANJARMASIN – Spekulan ditengarai memegang peranan penting dalam merosotnya harga karet di pasar internasional.
Demikian diungkapkan Sekretaris Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Kalselteng, Sulaiman Abdullah yang mengutip keterangan dari Gapkindo Pusat.
“Kami bertanya-tanya juga karena kami tidak tahu apa sebabnya. Ketika kami konfirmasi ke pusat, begitulah penjelasan yang kami dapat,” ujarnya.
Dalam sebulan terakhir, harga karet dunia mengalami penurunan yang cukup drastis. Jika pada pertengahan Februari tadi masih berkisar USD 5,75 per kilogram, maka dari data terakhir yang diambil pada tanggal 14 Maret 2011, harga karet anjlok menjadi USD 3,80 per kilogram.
Masih berdasarkan informasi dari Gapkindo Pusat, kisruh di Afrika dan Timur Tengah telah menimbulkan kekhawatiran pertumbuhan ekonomi melambat dan akan mengakibatkan harga komoditi merosot tajam, sehingga memicu spekulan melepaskan stok karet dan beralih ke komoditi lain yang resikonya lebih rendah untuk menekan kerugian.
“Kekhawatiran pelemahan ekonomi tersebut dipertajam dengan bencana alam Jepang. Pasalnya, Jepang merupakan konsumen keempat terbesar setelah Cina, Amerika, dan India,” tambahnya.
Pada tahun 2008 lalu, harga karet dunia juga sempat menukik tajam dari USD 3,29 per kilogram pada bulan Juni hingga menyentuh angka USD 1,1 per kilogram pada akhir Desember. Hal ini terjadi akibat merosotnya penjualan mobil sebagai dampak krisis finansial global yang menyebabkan ekonomi dunia tumbuh negatif, terutama di negara-negara maju.
Negara produsen karet pun mencoba meng-counter, dimulai dengan anjuran dari Gapkindo untuk tidak menjual karet dengan harga di bawah USD 1,35 per kilogram. Di samping itu, juga dilakukan kuota ekspor dengan patokan mengurangi ekspor 10 persen dari volume tahun sebelumnya. Dari total produksi karet seluruhnya, hanya 10 persen yang digunakan di dalam negeri, sedangkan 90 persen sisanya diekspor.
“Setelah itu, harga mulai merambat naik seiring dengan pemulihan ekonomi. Sampai akhir 2010, harga sudah tembus USD 5 per kilogram,” tuturnya.
Dalam perjalanan pemulihan ekonomi itu, permintaan karet sangat kuat dengan laju di atas delapan persen, padahal laju produksi karet sendiri hanya 5,7 persen.
“Kalau sekarang harga turun, bukan karena kita yang ingin menekan petani supaya untung banyak, tapi menyesuaikan dengan harga di pasaran dunia,” tukasnya.

Tidak ada komentar: