A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Selasa, 26 April 2011

Konsumsi Solar Lampaui Kuota

BANJARMASIN – Antrean panjang solar masih saja terus terjadi. Seperti di Banjarmasin, barisan truk yang mengular di sejumlah SPBU seakan sudah menjadi pemandangan biasa dalam dua bulan terakhir.

Sebagian kalangan berpendapat, antrean terjadi karena pengguna solar nonsubsidi kini banyak yang beralih ke solar bersubsidi seiring dengan disparitas harga di antara keduanya yang makin tinggi.

Namun, Pertamina sendiri justru menganggap bahwa disparitas harga bukan satu-satunya sebab, tapi lebih karena kebutuhan solar yang memang meningkat seiring dengan laju pertumbuhan kendaraan.

“Jawaban saya masih sama seperti sebelumnya, kami tidak mengurangi kuota solar. Tapi memang dalam penyalurannya dikendalikan supaya pasokannya cukup untuk satu tahun,” ujar Assistant Manager External Relation Pertamina Pemasaran Region VI Kalimantan, Bambang Irianto, kemarin.

Di lain pihak, hasil penyidikan Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas menemukan bahwa ada peningkatan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar yang signifikan di beberapa daerah industri, kawasan perkebunan, dan pertambangan, termasuk di Kalimantan.

Hal ini bisa jadi merupakan indikasi adanya penyimpangan penggunaan solar bersubsidi yang semestinya hanya untuk kendaraan pribadi dan angkutan umum. Modus yang dipakai seperti pengisian solar yang berpindah-pindah dari satu SPBU ke SPBU lain, atau dengan menggunakan kendaraan pribadi yang tangki BBM-nya sudah dimodifikasi.

Menanggapi hal ini, Bambang mengatakan bahwa kemungkinan penyelewengan tersebut memang ada karena harga solar nonsubsidi kini sudah dua kali lipat dari harga solar bersubsidi, sehingga pengguna solar nonsubsidi bisa saja beralih ke solar bersubsidi. “Antisipasi Pertamina adalah dengan cara menyalurkan sesuai kuota tadi. Tapi untuk mencegah pelangsiran, memang prakteknya di lapangan tidak mudah karena sebagian SPBU tetap saja ada yang melayani. Dari sisi luar Pertamina, aparat berwajib bisa menindak langsung kalau ada pelangsir,” tambahnya.

Meski demikian, menurutnya konsumsi solar nonsubsidi di Kalsel masih normal. Bahkan, menurut Sales Area Manager Pertamina Kalselteng, Iin Febrian, volumenya justru cenderung meningkat.

“Konsumsinya normal, malah menunjukkan peningkatan di kisaran 730 kiloliter per hari,” katanya.

Tapi di sisi lain, konsumsi solar bersubsidi di Kalsel saat ini juga sudah melampaui kuota, yakni rata-rata mencapai 740 kiloliter per hari. Namun ditanya di daerah mana saja peningkatan konsumsi ini terjadi, ia mengatakan hal itu sulit ditentukan.

“Potensi penyelewengan solar bersubsidi cukup besar karena permintaannya ada. Bukan hanya di daerah tambang, tapi juga perkebunan sawit. Tapi kita harus menunggu bukti dari hasil penyelidikan aparat,” tukasnya.

Perbedaan harga yang makin lebar antara solar bersubsidi dengan solar nonsubsidi, lanjutnya, memang patut diwaspadai. Terlebih dari hasil pantauan di lapangan, pihaknya menemukan adanya aktivitas masyarakat yang mencurigakan yang mengarah pada pelangsiran, seperti mobil yang bolak-balik ke SPBU.

“Dalam hal ini kami perlu dukungan semua pihak, termasuk pemda dan aparat berwajib. Sesuai aturan, pengamanan merupakan kewenangan kepolisian, sedangkan Pertamina hanya melakukan distribusi,” tandasnya.

Tidak ada komentar: