A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Jumat, 15 April 2011

Laporkan ke Polisi

Teror Tagihan Kartu Kredit Masuk Pidana

BANJARMASIN – Pasca tewasnya Irzen Okta, nasabah kartu kredit Citibank yang diduga diakibatkan ulah petugas bagian penagihan atau debt collector bank milik asing tersebut, teror terhadap pengguna kartu kredit kini seakan mewabah ke berbagai daerah di Indonesia dan menjelma menjadi tren.

Sejumlah oknum yang mengatasnamakan bank maupun debt collector menebarkan keresahan di tengah masyarakat dengan melakukan teror-teror yang terkait dengan penagihan kartu kredit. Nasabah yang menjadi korbannya pun dibuat tertekan dengan pola-pola penagihan yang digunakan, seperti menggunakan kalimat kasar, baik melalui telepon maupun SMS.
Deputi Direktur Bank Indonesia (BI) Banjarmasin, Maurids H Damanik yang dikonfirmasi kemarin mengatakan, tindakan-tindakan yang menimbulkan keresahan dan sifatnya sudah mengarah kepada teror, dapat dikategorikan sebagai tindakan pidana. Oleh sebab itu, masyarakat yang menjadi korban dapat melaporkannya kepada pihak yang berwajib.
“Kalau masalah teror, boleh melapor ke polisi karena itu sudah pidana,” ujarnya.
Lain halnya jika yang terjadi adalah masalah perbankan, maka menurutnya BI bisa menjadi mediator dalam penyelesaiannya.
Sementara itu, pengamat ekonomi Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, Ahmad Alim Bachri sependapat bahwa teror tagihan kartu kredit yang kini merebak merupakan bentuk kejahatan. Pasalnya, dalam manajemen dan sistem perbankan tidak dikenal adanya praktek-praktek teror.
“Saya kira ini adalah ulah oknum yang ingin memanfaatkan kesempatan. Apalagi kalau yang diteror adalah nasabah yang rutin bayar. Artinya, pelaku teror adalah orang yang tidak mengerti prosedur,” tukasnya.
Menurut Ketua Lembaga Penelitian (Lemlit) Unlam yang juga peneliti di salah satu bank BUMN di Banjarmasin itu, bank memiliki prosedur dalam melakukan penagihan pembayaran kartu kredit kepada nasabahnya, misalnya dengan mengirimkan tagihan setiap bulan ke alamat pemegang kartu. Kalaupun mengirimkan SMS, isinya biasanya hanya mengingatkan soal tanggal jatuh tempo pembayaran dan jumlah tagihan.
“Bahasanya pun berbeda, sangat santun,” lanjutnya.
Ditambahkannya, peringatan yang diberikan oleh bank juga bertujuan untuk menghindari pembengkakkan bunga nasabah serta menyelamatkan nasabah pengguna kartu kredit, terutama atas kasus-kasus one prestasi.
“Beda dengan teror, tujuannya biasanya untuk mendapatkan keuntungan,” ucapnya.
Ia sendiri mengaku pernah menjadi korban teror tagihan kartu kredit . Ia pun meminta agar masyarakat tidak terlalu reaktif dalam menanggapi teror semacam ini. Bagi masyarakat yang menjadi korban, maka ia menyarankan agar segera menghubungi bank penerbit kartu kredit yang digunakan.
Solusinya memang antara nasabah dan bank sama-sama punya komitmen untuk mencegah terjadinya praktek-praktek yang tidak sehat semacam ini,” tandasnya.

Tidak ada komentar: