Andalan Buruh Sampai Turis
Dengan tingkat hunian kamar yang tinggi, bisnis perhotelan di Banjarmasin memang memiliki prospek yang cerah. Dalam beberapa tahun terakhir, hotel-hotel baru boleh dibilang tumbuh sangat cepat. Yang menarik, di tengah gempuran hotel berbintang yang lebih unggul dari segi fasilitas, hotel-hotel melati tetap bisa eksis.
NAZAT FITRIAH, Banjarmasin
Hotel-hotel melati mempunyai pangsa pasarnya sendiri, yakni masyarakat dari kalangan menengah ke bawah.
Asmuni (35), pemilik salah satu hotel melati di Jl Kolonel Sugiono menuturkan, konsumennya kebanyakan buruh karet dan kelapa sawit, terutama dari Kotabaru dan Kalimantan Tengah. Umumnya, perusahaan yang menaungi para buruh ini merupakan langganan yang sudah lama saling mengenal.
“Karena langganan, timbal baliknya kita beri diskon,” ujarnya.
Selain buruh, hotel melati yang menawarkan tarif murah meriah ini juga menjadi andalan bagi mereka yang berkantong tipis yang ingin berlibur ke Banjarmasin, termasuk para turis.
“Kalau weekend, banyak dari Kotabaru, Banua Lima, dan Kalteng yang menginap di sini. Yang dituju paling mall. Turis juga banyak, karena mereka juga cari yang murah,” katanya.
Apalagi, hotel miliknya yang sudah berjalan sekitar lima tahun tersebut berada di pusat kota dan dekat dengan sejumlah pusat perbelanjaan.
“Sama ini, karena dekat rumah sakit, banyak yang menginap di sini juga keluarga dari pasien yang ingin berobat. Kebanyakan kan mereka bukan dari kalangan atas, kalau menginap di hotel besar, biayanya terlalu tinggi,” tambahnya.
Meski pangsa pasarnya masih terbuka, namun diakuinya bahwa jika dibanding beberapa tahun lalu, tingkat hunian kamar memang cenderung menurun sekitar 30-40 persen seiring dengan kian banyaknya hotel yang bermunculan.
“Sebetulnya sih kalau bicara angka relatif, susah ditebak. Kalau musim liburan, hotel pasti ramai,” tuturnya.
Bicara prospek ke depan, ia sendiri terdengar tak terlalu optimis. Namun, penggemar motor gede ini menyikapinya dengan santai karena menurutnya bisnis hotel yang dilakoninya ini hanya usaha sampingan.
“Sekarang antarhotel perang servis. Ke depan, tergantung bagaimana kita melayani tamu,” ucap pengusaha yang bergerak di bisnis kulit itu.
Selain hotel, ia juga mengelola sebuah losmen di Banjarmasin yang merupakan usaha turun temurun keluarga. Losmen tersebut sudah berdiri sekitar 35 tahun dan masih terus bertahan hingga sekarang karena memang konsumennya masih ada, khususnya para buruh kapal.
“Bagaimana prospek hotel melati ke depan memang tidak bisa ditebak. Tapi losmen yang sudah puluhan tahun saja, ternyata masih bertahan. Beberapa bulan ini memang agak sepi karena hujan terus,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar