Gubernur Serukan Dompet Peduli TKI
BANJARMASIN – Lima tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Provinsi Kalimantan Selatan yang terancam hukuman pancung di Arab Saudi atas dakwaan pembunuhan terhadap seorang warga negara Pakistan mendapat sedikit angin segar. Kabarnya, orang tua laki-laki dari korban telah memberikan permohonan maaf, namun dengan syarat adanya uang diat atau uang pengganti sebesar 5 juta real atau hampir Rp 12,5 miliar.
Demikian disampaikan Gubernur Kalsel Rudy Ariffin sesaat sebelum memimpin kegiatan coffee morning di Graha Abdi Persada, Rabu (13/7). “Sementara putusan untuk menjatuhkan hukuman pancung menunggu putra korban yang usianya tiga tahun sampai akil balig, karena sebagai ahli waris dia berhak menyatakan pendapat. Tetapi bagi hukum, ketika sidang dilaksanakan salah satu orang tua korban sudah menyatakan maaf, kita bisa memintakan tanazul atau pengampunan,” katanya.
Saat ini, pihaknya sedang mempelajari tuntutan uang diat tadi dari segi fikih. Menurutnya, dalam mahzab Hanafi dinyatakan bahwa uang diat ditetapkan paling tinggi seratus ekor unta untuk satu orang atau sekitar setengah miliar jika dirupiahkan. “ Ini para ulama yang akan mengkaji,” sambungnya.
Ditambahkannya, nasib kelima TKI HSU ini juga masuk dalam daftar TKI yang akan dibicarakan oleh Satgas TKI dengan pemerintah Arab Saudi. Ini setelah pihaknya melayangkan surat kepada presiden yang kemudian diteruskan kepada satgas. Rencananya, satgas yang diketuai Maftuh Basyuni tersebut akan bertolak ke Arab Saudi hari ini. “Apakah uang diat sebesar 5 juta real tadi bisa berkurang, kita lihat nanti,” ujarnya.
Mengingat kapabilitas yang dimiliki Maftuh Basyuni sebagai mantan Menteri Agama dan Dubes Indonesia di Arab Saudi, Rudy cukup optimis akan ada kabar baik yang dibawa sepulangnya satgas ke tanah air nanti.
Disinggung dana yang disiapkan pemerintah untuk melunasi uang diat yang diminta, ia mengungkapkan bahwa baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak bisa menanggung sepenuhnya.
“Saya tanya Pak Maftuh, beliau mengatakan pemerintah tidak bisa membiasakan untuk selalu membayar diat. Khawatir nanti siapa saja yang membunuh, pemerintah harus bayar diat,” jelasnya.
Oleh karena itu, ia pun berharap adanya partisipasi masyarakat, misalnya dengan membuka dompet peduli bagi kelima TKI. “Silakan masyarakat dulu, kekurangannya nanti pemerintah yang menutupi,” ucapnya.
Sementara itu, terkait nasib dua TKI asal Kalsel lainnya, yakni Aminah binti Budi dan Darmawan binti Tarjani yang terlibat pembunuhan sesama TKI dari banua, menurut Rudy juga berpeluang terbebas dari hukuman pancung asal mendapat pengampunan dari pemerintah Arab Saudi atau istilahnya al afwa.
“Mereka harus mendapat pengampunan dari negara, dalam hal ini raja Arab Saudi, dan tidak bisa ditebus dengan uang diat. Yang bisa dilakukan adalah pengajuan permohonan maaf dari kepala negara kepada kepala negara,” bebernya.
Meskipun pada akhirnya tak jadi dipancung, lanjutnya, namun keduanya tetap saja harus menjalani hukuman sesuai dengan perbuatannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar