Harga Belakangan, yang Penting Imajinasi Terpuaskan
“Orang bilang nggak ada untungnya, dimainkan juga tidak, cuma buat dipajang.” Komentar semacam itulah yang kerap dilontarkan orang-orang dekat Vino (27) soal hobinya yang cukup unik, yakni mengoleksi action figure atau mainan berbentuk miniatur suatu karakter tertentu yang terbuat dari plastik dan umumnya diambil dari tokoh dalam sebuah film, komik, maupun video game.
NAZAT FITRIAH, Banjarmasin
“Tapi namanya kepuasan pribadi ya nggak bisa diomongin,” alasannya.
Sudah kurang lebih setahun belakangan ini pria asal Palangkaraya yang bekerja di sebuah perusahaan swasta di Banjarmasin itu menjadi kolektor action figure, khususnya karakter di sebuah komik jepang yang berkisah tentang bajak laut, One Piece.
“Rata-rata penggemar action figure itu pasti suka baca komik,” katanya
Ia sendiri menyukai komik, khususnya komik jepang atau manga karena ceritanya yang menarik serta banyak memuat pengetahuan.
“Komik jepang itu tidak lepas dari sejarah. Misalnya cerita tentang bajak laut, pengarangnya benar-benar tahu sejarah bajak laut seperti apa, siapa tokoh-tokoh bajak laut yang terkenal, dan kalau kita telusuri benar-benar semuanya memang ada dan nyata,” tuturnya.
Sampai saat ini, koleksi action figure miliknya sudah mencapai seratusan buah dengan beragam ukuran dan variasi harga mulai dari Rp 30 ribu sampai Rp 250 ribu. Tiap pergi ke suatu daerah, ia pasti akan mencari toko-toko yang menjual mainan ini sambil membandingkan koleksi masing-masing toko.
“Ada satu yang saya incar dan sampai sekarang belum ketemu, yaitu karakter Zoro (salah satu tokoh dalam One Piece, red) yang sedang memegang tiga buah pedang. Itu langka, dan kalaupun ada harganya pasti mahal,” ujarnya.
Vino mengaku tak menyiapkan anggaran khusus untuk menambah jumlah koleksinya. Harga bukanlah yang menjadi pertimbangan utama, melainkan kedetilan karakter yang dibuat.
“Model boleh sama, kalau orang yang nggak tau karakternya mungkin melihatnya bagus saja, tapi kalau kita bisa bilang jelek karena kita tahu persis wajah dan karakternya seperti apa. Misalnya, gaya atau warnanya kurang mirip, untuk penggemar berat itu nggak masuk kategori untuk dikoleksi,” tukasnya.
Kalimat senada juga diungkapkan Reza (28), kolektor action figure lainnya. Bagi warga HKSN itu, harga ada di urutan paling belakang, karena yang terpenting kepuasan imajinasi bisa terpenuhi.
“Kalau saya yang dilihat gerakannya, harga belakangan. Tapi rata-rata terjangkau saja sih, kalau langka memang wajar mahal,” katanya.
Tenaga farmasi di sebuah rumah sakit itu menuturkan, ia sudah menyukai action figure sejak masih duduk di bangku sekolah dasar dan terus mengikuti perkembangannya hingga sekarang.
“Seiring zaman modelnya kan terus berubah. Dulu belum ada yang bisa digerakkan, sekarang sudah ada bentuknya yang bisa diubah-ubah. Tokohnya tetap sama, seperti Superman,” terangnya.
Berbeda dengan Vino, Reza tak sampai mengoleksi dalam jumlah yang banyak karena tipikalnya yang gampang bosan.
“Ada masa-masanya jenuh, kalau sudah begitu dilepas saja. Tapi kalau ada model yang baru lagi, mulai lagi ngoleksi,” imbuhnya.
Ia juga tak punya karakter favorit. Saat ini, ia mengaku tengah menggandrungi action figure yang berukuran mini, tak peduli apapun karakternya.
“Mengoleksi action figure ini arahnya ke seni, mirip kayak orang yang suka barang antik,” ucapnya.
Lain lagi cerita Aris (29). Hobi mengoleksi action figure rupanya sudah menjadi wabah di keluarganya.
“Kalau saya sekeluarga suka ngoleksi, terutama kakak-kakak yang laki-laki, walau tetap saya yang koleksinya paling banyak,” selorohnya.
PNS di Biro Pemerintahan Provinsi Kalsel itu mengungkapkan, mengoleksi action figure memberinya kepuasan tersendiri, walau orang lain tidak melihat karena disimpan di kamar. Ia mengaku mulai keranjingan mengoleksi action figure setelah video game Gundam SEED Destiny booming di tanah air.
“Sebelumnya saya sudah punya koleksi anime Jepang, seperti One Piece dan Samurai X, tapi masih sedikit. Setelah Gundam booming, baru mulai beli jor-joran,” jelasnya.
Belakangan, koleksi yang makin menggunung mengilhaminya untuk berbisnis. Tepatnya sejak lima bulan lalu, Aris membuka sebuah toko yang khusus menjual collectable toys di kawasan Jl Sultan Adam. Di toko kecil yang hanya buka mulai selepas magrib sampai pukul 21.30 itu, ia memajang semua koleksinya yang banyak dibeli di Jawa atau barter dengan sesama kolektor.
“Kita sendiri bisa bosan juga, kalau orang mau beli saya jual saja. Lagipula, mainan seperti ini tidak ada habisnya, muncul terus yang baru. Jadi, buat apa juga disimpan,” timpalnya.
Harga yang ditawarkan mulai Rp 10 ribu sampai yang paling mahal Rp 700 ribu. Dari waktu ke waktu, pelanggan yang juga sesama penggila action figure terus mengalir. Maklum, toko semacam milik Aris ini memang masih cukup langka di Banjarmasin.
“Rencananya, sewa toko ini mau saya tambah lagi karena pelanggan sudah ada. Setiap hari ada saja yang beli, kadang ada yang tiap hari datang orangnya itu-itu saja,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar