BANJARMASIN – Kebijakan pemerintah melalui Kementerian
Perhubungan yang akan mewajibkan maskapai membayar ganti rugi kepada penumpang
jika terjadi penundaan keberangkatan pesawat atau delay, disambut baik oleh
masyarakat yang biasa menggunakan jasa transportasi udara. Pasalnya, penundaan
ini memang dirasa sangat mengganggu, bahkan tak jarang merugikan.
Seperti diungkapkan Santi Lestari, accounting UMS Cargo
Banjarmasin, pada awal bulan puasa lalu perusahaan sempat dibuat pusing dengan
buruknya kinerja salah satu maskapai yang biasa digunakan pihaknya dalam
pengiriman barang.
Padahal, aktivitas pengiriman barang tengah mengalami
peningkatan sehubungan dengan momen bulan puasa dan Lebaran. Karena sering
terlambat, protes dari klien pun mengalir deras.
“Akhirnya, kita terpaksa pindah maskapai karena sering delay
tadi, sedangkan klien inginnya barang cepat sampai,” ujarnya.
Dari data Bidang Angkutan Udara Kemenhub, setidaknya ada dua
maskapai yang harus bekerja ekstra keras untuk
meningkatkan performanya agar lepas dari jeratan peraturan tersebut,
yakni Lion Air dan Batavia Air. Keduanya masuk kategori merah karena memiliki tingkat on time performance
atau OTP di bawah 70 persen.
Namun,
nampaknya kebijakan pembayaran ganti rugi yang diatur dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM
77 Tahun 2011 ini memang belum disosialisasikan dengan baik.
District
Manager Lion Air Banjarmasin Irlan Wahyudi kemarin mengatakan, ia sudah
mendengar tentang adanya kebijakan baru yang digulirkan di tahun 2011 itu. Tapi
ia mengaku belum mendapat edaran resmi dari kantor pusat Lion Air di Jakarta
terkait ketetapan yang dimaksud.
“Tapi
saya rasa kalau sudah ketetapan pemerintah, suka tidak suka atau siap tidak
siap, tetap harus dijalankan,” ujarnya.
Demikian
pula yang dikatakan Kepala Cabang Batavia Air Banjarmasin Deden. Meski
demikian, ia belum bisa berkomentar banyak karena pihaknya juga belum menerima
informasi resmi di internal perusahaan, terutama berkaitan dengan standar
operasional pelaksanaan kebijakan tersebut.
Terkait
penyebab di balik seringnya terjadi keterlambatan, pihak maskapai sendiri
menjadikan masalah cuaca dan teknikal sebagai kendala utama. Namun,Kemenhub
menilai rendahnya tingkat OTP terjadi karena para maskapai berlomba
meningkatkan produksi, tapi tidak diiringi dengan peningkatan kru dan
pengaturan jadwal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar