A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Senin, 10 Oktober 2011

Harga Gabah Siam Unus Cetak Rekor


BANJARMASIN – Harga gabah kualitas GKP (gabah kering panen, Red) untuk varietas Siam Unus pada bulan September 2011 mencatat rekor tertinggi. Tidak cuma di wilayah Kalimantan Selatan, tapi juga dibanding daerah lainnya di Indonesia.

Berdasarkan survei perkembangan harga produsen gabah yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) Kalsel, diketahui harga gabah kualitas GKP varietas Siam Unus bulan September 2011 mencapai Rp 5 ribu perkilogram yang terjadi di Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar.

Pada bulan Agustus 2011, harga gabah tertinggi di tingkat petani di Kalsel dicetak gabah kualitas GKP varietas Siam Mutiara senilai Rp 4.545 perkilogram yang terjadi di Kecamatan Rantau Badauh Kabupaten Batola.

Menurut Kepala BPS Kalsel Iskandar Zulkarnain, kenaikan harga lebih disebabkan karena produksi varietas padi lokal tersebut mulai berkurang seiring dengan berlalunya masa panen.

“Memang pasokan untuk gabah dengan kualitas tersebut mulai berkurang karena panen sudah lewat,” ujarnya.

Survei perkembangan harga produsen gabah selama September 2011 dilakukan terhadap 70 observasi di seluruh kabupaten di Kalsel, kecuali Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru, dan Kabupaten Kotabaru. Berdasarkan komposisinya, jumlah observasi harga gabah didominasi GKP.

Diungkapkan mantan Kepala BPS Kalimantan Barat yang baru sekitar dua pekan bertugas di Kalsel itu, rata-rata harga gabah kualitas GKP di tingkat petani di Kalsel pada bulan September 2011 naik 2,74 persen dari Rp 3.963,56 perkilogram menjadi Rp 4.072,27 perkilogram.

Jika harga gabah tertinggi berasal dari gabah kualitas GKP varietas Siam Mutiara, maka harga terendah berasal dari gabah kualitas GKP varietas Siam Kerdil yang terjadi di Kecamatan Lampihong Kabupaten Balangan senilai Rp 2.917 perkilogram.

Sementara itu, nilai tukar petani (NTP) subsektor tanaman pangan, dalam hal ini padi dan palawija pada bulan September 2011 mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena adanya kenaikan biaya produksi dan penambahan barang modal pertanian, seperti bibit, obat-obatan, dan pupuk.

Tidak ada komentar: