A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Selasa, 11 Oktober 2011

Omzet di Bawah Rp 1 M Jangan Dipajaki


BANJARMASIN – Kementerian Keuangan dan Kementerian Koperasi dan UKM telah menyepakati besaran pajak penghasilan (PPh) untuk usaha kecil dan menengah (UKM).
Untuk UKM dengan omzet di bawah Rp 300 juta pertahun bakal dikenakan pajak 0,5 persen dari omzet, sedangkan pajak untuk UKM yang beromzet di atas Rp 300 juta hingga Rp 4,8 miliar pertahun ditetapkan sebesar 2 persen.
Saat ini, penerapan pajak UKM tinggal menunggu peraturan pemerintah yang rencananya akan diterbitkan pada 1 Januari 2012.
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kota Banjarmasin M Ali Hasni yang diminta komentarnya terkait kebijakan ini mengatakan bahwa sudah sewajarnya seluruh pelaku usaha, termasuk UKM untuk turut memberi sumbangsih terhadap pembangunan, baik melalui instrumen pajak maupun lainnya.
Namun demikian, pihaknya tak sepakat jika UKM dengan omzet di bawah Rp 1 miliar juga ikut dikenakan pajak karena dinilai akan memberatkan pengusaha untuk berkembang.
“Memang kalau dilihat dari persentasenya kecil, tapi riilnya sebenarnya cukup besar,” ujarnya, kemarin.
Lain halnya dengan pelaku usaha yang omzetnya di atas Rp 1 miliar, sambungnya, dapat dimaklumi jika pemerintah ingin memungut pajak dari mereka karena usahanya boleh dibilang sudah mantap.
“Kalau bisa di bawah Rp 1 miliar jangan, kapan mereka akan bangkit kalau dibebani macam-macam?” katanya.
Menurutnya, di tengah kondisi ekonomi saat ini, usaha dengan omzet kurang dari Rp 1 miliar pertahun masih relatif kecil dan tergolong sebagai usaha menengah ke bawah. Dipaparkannya, usaha dengan omzet Rp 300 juta-Rp 500 juta saja kebanyakan belum normal serta belum mampu memiliki tempat usaha sendiri.
“Seperti ponsel, putaran omzetnya bisa sampai miliaran pertahun. Tapi sewa tempat rata-rata Rp 10 juta-Rp 15 juta perbulan, setahun berapa? Dibebani lagi dengan pajak,” tukasnya.
Terkecuali jika pemerintah menyertai kebijakan pemungutan pajak UKM dengan kemudahan akses bantuan tambahan modal bagi pelaku usaha, Ali Hasni menilai itu tidak menjadi masalah.
“Pemerintah boleh saja membuat kebijakan, tapi perhatikan juga soal permodalan yang selama ini menjadi masalah bagi sebagian pelaku usaha,” ucapnya.
Sementara itu, jumlah UKM yang sangat besar memang merupakan objek yang potensial untuk mengerek penerimaan negara. Pemerintah sendiri menilai tarif pajak yang ditetapkan tergolong masih ringan sehingga tidak akan membebani UKM.
Untuk meningkatkan kepatuhan pelaku UKM membayar pajak, Direktorat Jenderal Pajak juga telah berancang-ancang untuk menyederhanakan formulir Surat Pemberitahuan (SPT) pajak tahunan khusus yang berbeda dengan SPT pajak untuk perusahaan besar. (naz)

Tidak ada komentar: