BANJARMASIN – Kementerian Keuangan dan Kementerian Koperasi
dan UKM telah menyepakati besaran pajak penghasilan (PPh) untuk usaha kecil dan
menengah (UKM).
Untuk UKM dengan omzet di bawah Rp 300 juta pertahun bakal
dikenakan pajak 0,5 persen dari omzet, sedangkan pajak untuk UKM yang beromzet
di atas Rp 300 juta hingga Rp 4,8 miliar pertahun ditetapkan sebesar 2 persen.
Saat ini, penerapan pajak UKM tinggal menunggu peraturan
pemerintah yang rencananya akan diterbitkan pada 1 Januari 2012.
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kota
Banjarmasin M Ali Hasni yang diminta komentarnya terkait kebijakan ini
mengatakan bahwa sudah sewajarnya seluruh pelaku usaha, termasuk UKM untuk
turut memberi sumbangsih terhadap pembangunan, baik melalui instrumen pajak
maupun lainnya.
Namun demikian, pihaknya tak sepakat jika UKM dengan omzet
di bawah Rp 1 miliar juga ikut dikenakan pajak karena dinilai akan memberatkan
pengusaha untuk berkembang.
“Memang kalau dilihat dari persentasenya kecil, tapi riilnya
sebenarnya cukup besar,” ujarnya, kemarin.
Lain halnya dengan pelaku usaha yang omzetnya di atas Rp 1
miliar, sambungnya, dapat dimaklumi jika pemerintah ingin memungut pajak dari
mereka karena usahanya boleh dibilang sudah mantap.
“Kalau bisa di bawah Rp 1 miliar jangan, kapan mereka akan
bangkit kalau dibebani macam-macam?” katanya.
Menurutnya, di tengah kondisi ekonomi saat ini, usaha dengan
omzet kurang dari Rp 1 miliar pertahun masih relatif kecil dan tergolong
sebagai usaha menengah ke bawah. Dipaparkannya, usaha dengan omzet Rp 300
juta-Rp 500 juta saja kebanyakan belum normal serta belum mampu memiliki tempat
usaha sendiri.
“Seperti ponsel, putaran omzetnya bisa sampai miliaran
pertahun. Tapi sewa tempat rata-rata Rp 10 juta-Rp 15 juta perbulan, setahun
berapa? Dibebani lagi dengan pajak,” tukasnya.
Terkecuali jika pemerintah menyertai kebijakan pemungutan
pajak UKM dengan kemudahan akses bantuan tambahan modal bagi pelaku usaha, Ali
Hasni menilai itu tidak menjadi masalah.
“Pemerintah boleh saja membuat kebijakan, tapi perhatikan
juga soal permodalan yang selama ini menjadi masalah bagi sebagian pelaku
usaha,” ucapnya.
Sementara itu, jumlah UKM yang sangat besar memang merupakan
objek yang potensial untuk mengerek penerimaan negara. Pemerintah sendiri
menilai tarif pajak yang ditetapkan tergolong masih ringan sehingga tidak akan
membebani UKM.
Untuk meningkatkan kepatuhan pelaku UKM membayar pajak,
Direktorat Jenderal Pajak juga telah berancang-ancang untuk menyederhanakan
formulir Surat Pemberitahuan (SPT) pajak tahunan khusus yang berbeda dengan SPT
pajak untuk perusahaan besar. (naz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar