A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Selasa, 20 Desember 2011

Nasib Anak Putus Sekolah (2-Habis)

SPP Gratis, Tapi Biaya Penunjang Tak Terjangkau

Program pendidikan kesetaraan dalam bentuk kelompok belajar (kejar) paket adalah solusi yang diberikan pemerintah bagi masyarakat yang putus dalam jenjang atau antarjenjang pendidikan dan karena berbagai alasan dan kondisi tidak dapat menempuh pendidikan formal. Namun, apa solusi bagi anak-anak yang rawan putus sekolah agar pendidikan formal mereka tak terhenti?
 
NAZAT FITRIAH, Banjarmasin
 
“Untuk anak rawan putus sekolah, setiap tahun ada beasiswa masyarakat miskin (BMM). Kami bekerjasama dengan UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan untuk melakukan pemantauan dan mendata anak-anak usia sekolah dari keluarga tidak mampu,” tutur Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Banjarmasin M Amin, kemarin.
Saat ditanya besaran beasiswa tersebut, ia mengatakan tak tahu persis jika menyangkut hal-hal yang teknis. Namun, diakuinya bahwa  jumlahnya sangat minim, bahkan untuk membayar SPP saja tidak cukup.
“Masih banyak hal lain yang juga harus dibiayai oleh pemerintah,” katanya.
Ditambahkannya, pihak sekolah juga diharapkan membebaskan segala biaya bagi anak-anak yang tidak mampu.Masalahnya, definisi pembebasan biaya tersebut selama ini hanya terbatas pada biaya pendidikan, seperti SPP dan buku yang ditanggung pemerintah melalui BOS untuk siswa SD dan SMP. Sedangkan biaya penunjang pendidikan seperti uang pangkal, baju seragam, tas, sepatu, dan sebagainya harus ditanggung siswa dan biasanya jauh lebih besar. Akibatnya, pendidikan gratis yang dikoar-koarkan pemerintah terkesan hanya orasi politik belaka.
Seperti dialami Renna (12), ia harus membayar uang sekitar Rp 400 ribu untuk menebus baju olahraga, seragam sasirangan, dan atribut sekolah lainnya saat mendaftar ke sebuah SMP negeri di Banjarmasin pada tahun pelajaran 2010/2011 tadi. Padahal, orangtuanya hanya pedagang kecil.
“Untungnya, Renna punya uang tabungan dari hasil upah bikin kancing,” ucapnya.
Namun demikian, ia masih harus memikirkan bagaimana caranya untuk membeli seragam sekolah, tas, sepatu, buku, dan alat tulis. Untung saja, ia kemudian mendapat bantuan dari sebuah komunitas peduli pendidikan di Banjarmasin.
Sementara itu, pengamat pendidikan Unlam Banjarmasin Ahmad Suriansyah mengatakan bahwa kasus anak putus sekolah karena faktor ekonomi memerlukan penanganan yang komprehensif, salah satunya memperluas definisi pendidikan gratis bagi siswa tidak mampu.
“Bukan hanya SPP, tapi juga biaya penunjang pendidikan yang jauh lebih besar, seperti seragam dan lain-lain,” tukasnya.
Selain itu, penggratisan hanya diberlakukan bagi masyarakat miskin agar terjadi subsidi silang, tidak seperti yang selama ini terjadi dimana BOS juga mencakup siswa dari keluarga mampu. Ia pun juga menganjurkan agar pemerintah membuat program beasiswa yang bersifat produktif bagi siswa tidak mampu.

Tidak ada komentar: