Dulu Susah Terbitkan Buku, Sekarang Gratis Lewat Internet
BANJARMASIN – Komunitas penulis di Kalimantan Selatan yang
tergabung dalam Forum Lingkar Pena (FLP) Wilayah Kalsel berencana kembali
menerbitkan buku dalam waktu dekat.
Diungkapkan Ketua FLP Wilayah Kalsel Nailiya Noor Azizah,
buku kedua itu berupa antalogi cerita pendek (cerpen). Buku pertama diterbitkan
tahun 2011 lalu, juga sebuah antalogi cerpen berjudul Pelangi di Pelabuhan. Rencananya,
buku kedua berisi 20 cerpen, yang terpilih dari lomba yang diikuti anggotanya. Tema
utamanya tentang cinta dalam makna universal, bisa antara orangtua dan anak,
guru dan murid, maupun suami dan istri.
“Dari segi kualitas tulisan, di buku kedua ini saya lihat
jauh lebih bagus. Artinya, pelatihan intensif selama ini ada hasilnya,” ujarnya
di sela kegiatan seminar dan workshop menulis bersama penulis nasional Boim
Lebon di Banjarmasin, Minggu (17/3).
Sejak berdiri pada tahun 1999, sampai saat ini FLP Kalsel
memiliki sekitar 200-an anggota di empat cabang. Yang baru berdiri pada tahun
2012 lalu yakni Amuntai dan Barabai, menyusul Banjarmasin dan Banjarbaru yang
lebih dulu eksis. FLP Kalsel sempat mati suri pada tahun 2002, namun mampu
hidup lagi tahun 2007.
“Dulu untuk menerbitkan buku masih susah. Sekarang penerbit
lokal sudah banyak. Yang jadi kendala, waktu penerbitan buku yang pertama lebih
ke pemasaran,” sambungnya.
Dari sekian banyak anggota FLP yang mayoritas dari kalangan
mahasiswa, diakuinya yang aktif menelurkan karya memang masih sedikit, sekitar
20-an penulis. Ada yang memublikasikan tulisannya lewat penerbit, secara
pribadi, atau bergabung dengan penulis lain.
Salah satunya Nailiya Nikmah. Ia sudah menghasilkan puluhan
tulisan, sebagian terangkum di sepuluh buku yang ditulis bersama sejumlah
penulis lain. Pada tahun 2010, buku perdananya yang berupa kumpulan cerpen
diterbitkan oleh Kelompok Sastra Indonesia (KSI) dan FLP Kalsel.
“Ada rencana lagi mau menerbitkan buku yang berisi kumpulan
essay, puisi, dan novel. Ini masih dikerjakan, sambil cari-cari penerbit,”
tutur kelahiran Banjarmasin, 9 Desember 1980 yang sehari-hari menjadi dosen
Bahasa Indonesia di Poliban itu.
Ia mengaku hobi menulis sejak kecil. Tema kesukaannya adalah
menulis tentang perempuan, feminisme, dan isu gender. Misinya untuk mengimbangi
kesalahpahaman tentang emansipasi wanita dengan sudut pandang Islam.
Penggemar Tere Liye, Asma Nadia, dan Dan Brown ini juga mengatakan, sekarang lebih mudah bagi para penulis daerah untuk menerbitkan karya. Selain lewat penerbit lokal yang belakangan sudah banyak tumbuh, juga bisa secara gratis lewat media internet.
Penggemar Tere Liye, Asma Nadia, dan Dan Brown ini juga mengatakan, sekarang lebih mudah bagi para penulis daerah untuk menerbitkan karya. Selain lewat penerbit lokal yang belakangan sudah banyak tumbuh, juga bisa secara gratis lewat media internet.
“Memang kalau lewat penerbit agak susah. Untuk menerbitkan
sendiri juga biayanya mahal. Tapi sekarang gampang sekali mempublikasikan tulisan
sendiri lewat internet, sangat mudah,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar